Bisnis.com, JAKARTA - Mobil Oil, yang kemudian bergabung dengan Exxon, menjadi operator pertama Blok North Sumatera B (Blok B). Mobil Oil Indonesia memulai kontrak bagi hasil untuk blok tersebut pada 1 September 1967.
Di tangan perusahaan migas Paman Sam ini, Blok B pernah mencapai puncak produksi hingga 3.400 MMSCFD. Boleh dibilang, wilayah kerja (WK) ini, menjadi satu kontributor dalam sejarah kejayaan industri migas di Aceh.
Masa pengelolaan ExxonMobil Indonesia seharusnya berakhir pada 2018. Hanya saja, pada 2015, lewat ewat kebijakan anorganik PT Pertamina Hulu Energi mengakuisi 100 persen Blok B dan North Sumatera Offshore. Gratis!
Jika merujuk data masa keemasan Blok B, bisa dikatakan PHE mendapat fasilitas yang relatif tua. Berdasarkan data Pertamina, kinerja produksi gas dari blok NSB sebesar 62,02 MMSCFD pada paruh pertama 2018.
Nasib kelanjutan pengelolaan Blok NSB dan NSO pun akhirnya harus berbeda. Kementerian ESDM untuk memperpanjang kontrak PHE di Blok NSO hingga 20 tahun ke depan dengan skema gross split.
Di sisi lain, Pemerintah hanya memberi perpanjangan kontrak 'tahunan' ke Pertamina untuk WK NSB. Saat itu, terjadi perdebatan antara pemerintah pusat dan Pemda Aceh.
Baca Juga
Kementerian ESDM mendorong perpanjangan pengelolaan menggunakan Gross Split, sementara Pemda Aceh lebih memilih Cost Recovery.
Dalam catatan Bisnis, Direktur Utama PHE yang menjabat saat itu, Meidawati menerangkan, ketika mengajukan perpanjangan kontrak Blok NSB, pihaknya menyodorkan perhitungan untuk kedua skema.
"Pemerintah Aceh tetap minta cost recovery, kalau kita kasih ke pemerintah kan perhitungan kalau gross split dan cost recovery, ya bagaimana baiknya aja lah, kita sih inginnya seperti itu," jelas Meidawati, Senin (21/10/2019).
Kemudian, Kementerian ESDM resmi memperpanjang pengelolaan Blok NSB kepada Pertamina hingga 17 November 2020. Dengan adanya skema B to B dengan BUMD Aceh, pemerintah menekankan bentuk kerja sama harus diperjelas terlebih dahulu agar tidak mengganggu investasi di wilayah kerja tersebut.
PHE mengelola Blok NSB dengan kontrak sementara sejak Oktober 2018. Kementerian ESDM sudah dua kali memperpanjang kontrak sementara tersebut. Terakhir kali, kontrak diperpanjang selama 45 hari, berlaku sejak 4 Oktober 2019.
Di sisi lain, Terkait pilihan menggunakan skema Cost Recovery, Teuku Muhammad Faisal, yang saat itu menjabat Deputi Operasi dan Perencanaan BPMA , pernah menjelaskan bahwa skema ini bukan hanya diharapkan Pemprov Aceh, tapi juga oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku kontraktor blok tersebut.
“Pemerintah Aceh maunya tetep Cost Recovery. Kenapa? Karena itulah yang ideal menurut mereka. Bukan kami, BPMA cuma menggali informasi dan hanya memfasilitasi. Pertamina sendiri agaknya lebih suka dengan gaya Cost Recovery,” tuturnya.
Menurutnya, Pemerintah Aceh menganggap Cost Recovery lebih menguntungkan bagi masyarakat, sementara Gross Split dianggap kurang, terutama terkait kontrol pemerintah daerah terhadap pengelolaan blok migas.
Harapan Pemerintah Aceh pun akhirnya terwujud. Melalui Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 76.K/HK.02/MEM.M/2021 tentang Persetujuan Pengelolaan dan Penetapan Bentuk dan Ketentuan-Ketentuan Pokok Kontrak Kerja Sama pada Wilayah Blok B.
Menteri ESDM memberikan persetujuan pengelolaan kontrak kerja sama wilayah blok B kepada kontraktor PT Pema Global Energi sebagai kontraktor dengan jangka waktu kontrak selama 20 tahun.
"Ada torehan sejarah penting hari ini, Kepmen ESDM sdh terbit dan Blok B (WK-B) sah menjadi milik Pem. Aceh. Tksh atas do'a seluruh rakyat Aceh." tulis Gubernur Aceh Nova Iriansyah, 26 April 2021.
Bisa dibayangkan, bagaimana senangnya Pemda Aceh yang akhirnya dapat mengelola Blok NSB secara mandiri setelah 44 tahun wilayah kerja itu beroperasi.
Saat ini, Blok NSB terdiri dari 3 lapangan gas di darat yang aktif berproduksi, yaitu lapangan Arun dengan 44 sumur aktif, Lapangan South Lhoksukon A dengan 2 sumur aktif, dan Lapangan South Lhoksukon D dengan 8 sumur aktif. Produksi gas mencapai 55 MMscfd dan kondensat 868 barel per hari.
Untuk memuluskan alih kelola, PHE telah membentuk tim yang bertugas untuk memastikan proses alih kelola berjalan lancar, terutama terkait aspek subsurface, operasi produksi, project and facility engineering, operasi K3LL, sumber daya manusia, finansial, komersial, asset and supply chain management serta Information and Communication Technology (ICT).
Kepala BPMA Teuku Mohamad Faisal dalam sambutannya mengatakan pemerintah yakin bahwa pengelolaan WK B oleh PGE akan dapat berlangsung secara berkelanjutan.
"Di samping itu, potensi pengembangan WK B cukup menjanjikan, yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi industri, Pemerintah Daerah serta masyarakat sekitar," ujarnya, dalam keterangan resmi (18/5/2021).
Hanya saja, kebanggaan Pemprov Aceh perlu ditindaklanjuti dengan kerja keras. Pasalnya, produksi gas bumi dari Blok NSB sebagian harus digunakan untuk operasional produksi.
Saat ini, produksi gas bumi dari NSB berkisar 20-30 MMSCFD, sementara yang digunakan untuk operasional sebesar 50 persen.
Melihat kenyataan yang ada, Pemprov Aceh dihadapkan dengan tantangan untuk berani berinvestasi di ladang tua tersebut.
Tanpa investasi dan komitmen untuk merawat Blok B dan pengembangan ladang-ladang migas di Serambi Mekkah, muskil Aceh kembali menjadi kota Petro Dollar.