Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Kali Idulfitri, Proyeksi Sektor Perhotelan Masih Suram

Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat okupansi hotel pada periode Idulfitri tahun lalu berada di level 14,45 persen. Padahal, pada kondisi normal okupansi bisa melonjak hingga 100 persen.
Pekerja melayani tamu di Hotel The Priangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/10/2020). /Antara Foto-Adeng Bustomi
Pekerja melayani tamu di Hotel The Priangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/10/2020). /Antara Foto-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran memperkirakan tingkat okupansi hotel pada masa lebaran Idulfitri 2021 akan mengalami pertumbuhan. Namun hal ini belum cukup kuat untuk menulihkan sektor perhotelan.

Maulana mengatakan salah satu faktor yang mengindikasikan tidak terjadinya pemulihan meskipun tingkat okupansi hotel diperkirakan mengalami peningkatan adalah masih rendahnya average zoom rate atau harga rata-rata kamar.

"Lebaran kedua biasanya terjadi terjadi peningkatan [okupansi] sekitar 80 persen, dan selama 5 hari masa libur lebaran bahkan bisa sampai 100 persen. Sementara itu untuk average zoom rate-nya meningkat 10-15 persen," ujar Maulana, Senin (10/5/2021).

Pada tahun ini, hal itu tidak akan terjadi. Tingkat okupansi hotel pada bulan periode lebaran Idulfitri diperkirakan naik hanya 25–30 persen. Pun pertumbuhan ini tidak seiring dengan kenaikan average zoom rate.

Dengan demikian, peningkatan okupansi hotel pada periode Idulfitri ini dinilai tidak akan signifikan bagi sektor hotel dan restoran.

Periode lebaran Idulfitri 2021, average zoom rate hotel diperkirakan masih di bawah 30-40 persen dari harga rata-rata dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Hal tersebut dilakukan oleh sektor perhotelan untuk karena masih berada di mode survival.

Penurunan juga dipengaruhi oleh penurunan yang terjadi di biro perjalanan wisata daring yang mendominasi pemesanan hotel dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. Maulana mengatakan 70 persen wisatawan memesan hotel melalui biro perjalanan wisata daring selama periode tersebut.

Skenario tersebut memperburuk situasi sektor hotel dan restoran. Saat ini saja, ujarnya, terdapat lebih dari 70 persen hotel dan restoran yang melakukan restrukturisasi utang secara nasional karena ketidaksanggupan membayar. Biaya operasional, seperti gaji karyawan dan listrik disebut menjadi beban utama bagi perusahaan.

Menurutnya, satu-satunya jalan untuk menolong sektor pariwisata pada kuartal ini adalah adanya kebijakan yang tidak membatasi pergerakan massa sembari tetap menerapkan protokol kesehatan untuk memacu wisatawan domestik.

Namun, sejauh ini pemerintah belum bisa memberikan kepastian untuk pelaku industri sektor pariwisata terkait dengan hal tersebut.

Sebagaimana diketahui, pemerintah saat ini memberlakukan pelarangan mudik bagi seluruh lapisan masyarakat pada hari raya Idulfitri 2021, terhitung sejak 6–17 Mei 2021.

Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat okupansi hotel pada periode Idulfitri tahun lalu berada di level 14,45 persen. Angka ini sangat anjlok dibandingkan dengan masa-masa normal di mana periode high season Idulfitri tingkat okupansi hotel  melonjak hingga ke level 100 persen.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper