Bisnis.com, JAKARTA – Harga rata-rata gula konsumsi di tingkat ritel di Indonesia terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan harga di beberapa negara Asean. Hal ini tak lepas dari kebijakan harga acuan di tingkat petani dan konsumen yang berlaku di Tanah Air.
Data indeks harga bulanan rumah tangga yang dihimpun Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) memperlihatkan bahwa rata-rata harga gula di toko modern di Jakarta berada di level Rp12.200 per kilogram (kg). Sementara di Kuala Lumpur terpantau berada di kisaran Rp10.250 per kg dan di Bangkok sebesar Rp10.500 per kg.
Meski demikian, harga gula di beberapa kota besar juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan harga di Jakarta. Di Manila, Filipina misalnya, harga rata-rata gula konsumsi adalah Rp19.300 per kg, sedangkan harga gula di Singapura berada di kisaran Rp16.000 per kg.
“Harga ritel kita lebih mahal dari pada di Kuala Lumpur dan Bangkok dan lebih murah dari Manila dan Singapura. Namun juga perlu dipertimbangkan purchasing power parity-nya. Ini hanya perbandingan nominal dan belum mempertimbangkan kemampuan beli,” kata Kepala Peneliti CIPS Felippa Ann Amanta, Kamis (29/4/2021).
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Supriadi membenarkan bahwa harga GKP di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan harga di beberapa lokasi di Asean.
Namun, dia menyebutkan hal ini tak lepas dari penetapan harga pokok produksi (HPP) gula di tingkat petani sebagai upaya perlindungan petani tebu.
Baca Juga
“Benar harga GKP di dalam negeri lebih mahal. Tapi kembali lagi kita ada HPP. HPP saja sudah Rp9.100 per kg untuk melindungi petani dan ada HET untuk menjaga harga di konsumen,” kata Supriadi.
Dia juga menyebutkan harga di setiap negara tidak bisa langsung dibandingkan karena kondisi industri gula berbasis tebu cenderung berbeda-beda. Di sisi lain, dia menyebutkan pula harga gula rafinasi dengan bahan baku gula mentah impor lebih murah dibandingkan harga GKP.
“Kita tidak bisa membandingkan dengan negara lain karena tidak semua punya pabrik gula berbasis tebu. Mungkin mereka gula mentahnya impor semua sehingga bisa rendah. Sementara kita kan harus melindungi petani juga. Selain itu, intinya memang produktivitas kita di pabrik berbasis tebu yang belum cukup baik sehingga harga tebu mahal,” imbuhnya.
Supriadi menyebutkan Indonesia menjadi satu dari segelintir negara yang melakukan segregasi pasar gula, yakni GKP untuk konsumsi dan gula rafinasi untuk industri. Umumnya, lanjut dia, gula yang beredar di tengah masyarakat negara lain hanyalah gula rafinasi.