Bisnis.com, JAKARTA - Tanda-tanda pemulihan ekonomi terjadi meskipun tidak membuat inflasi lebih tinggi menjadi bukti konsumsi masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Teuku Riefky mengatakan bahwa berlanjutnya tren pemulihan domestik semakin memperbesar momentum potensi pemulihan ekonomi.
“Pencapaian tersebut didorong oleh percepatan program vaksinasi dan stimulus pemerintah, seperti potongan pajak atas barang mewah,” katanya melalui publikasinya yang diterima Bisnis.com, Senin (19/4/2021).
Riefky menjelaskan bahwa meski begitu, inflasi tetap rendah pada periode awal Ramadan. Biasanya, indeks harga konsumen selalu tinggi pada momen tersebut.
Dari sisi eksternal, ketidakpastian sebagian besar berasal dari perkembangan Amerika Serikat (AS). Perkembangan vaksinasi, pasar tenaga kerja yang membaik, dan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan menunjukkan kabar baik tentang perekonomian sehingga mendorong investor untuk menempatkan aset mereka ke instrumen safe haven.
Kondisi ini, terang Riefky memberikan tekanan pada rupiah yang terdepresiasi menjadi Rp14.572 terhadap dolar AS pada akhir Maret.
Baca Juga
Di sisi lain, imbal hasil surat utang AS tenor 10 tahun atau US 10 year trasury yield secara bertahap turun dan arus modal mulai berpindah ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Meskipun inflasi masih rendah, BI perlu mempertahankan suku bunga acuannya di 3,50 persen bulan ini untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendukung momentum pemulihan ekonomi,” jelasnya.