Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyerukan kepada pemerintah bahwa operator penerbangan masih membutuhkan stimulus biaya parkir pesawat apabila kebijakan larangan mudik (6 Mei 2021 - 17 Mei 2021) berlaku.
Wakil Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengatakan tak hanya selama larangan mudik, maskapai membutuhkan stimulus biaya parkir pesawat karena sudah tidak terbang sejak terjadi pandemi Covid-19 pada April 2020.
"Operator transportasi udara sangat terimbas kebijakan larangan terbang, larangan bepergian dan mudik, maupun pembatasan pembatasan lain terkait penanganan penyebaran Covid-19," ujarnya, Kamis (15/4/2021).
Selain itu, Carmelita menilai maskapai juga meminta pemerintah dapat memfasilitasi keringanan hutang maskapai, baik biaya jasa bandara, pembelian avtur, jasa navigasi dan jasa sewa pesawat yang sebagian besar dengan lessor asing. Mengingat kejadian pandemi Covid-19
merupakan kejadian luar biasa dan berlangsung global.
Di sisi lain, imbuhnya, perlu pula adanya pengaturan tingkat suplai dan permintaan sesuai dengan pertumbuhan jumlah
penumpang supaya sejalan dengan tingkat pemulihan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dia juga meminta pemberian izin rute dan slot penerbangan agar memperhatikan UU Anti Persaingan Usaha untuk mengindari terjadinya monopoli atau oligopoli di industri transportasi udara.
"Selain itu, kami juga menilai diperlukannya pengaturan Tarif Batas Bawah (TBB)," imbuhnya.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR Lasarus mendesak pemerintah segera mengucurkan sejumlah insentif agar maskapai bisa pulih dari dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun terakhir. Insentif tersebut berupa pengurangan pungutan Penerimaan Negara Bukan Lajak (PNBP) dari biaya-biaya kebandarudaraan termasuk biaya mendarat pesawat yang selama ini dibebankan ke maskapai.
Terlebih saat ini ketika memasuki Ramadan dan Lebaran 2021 yang semestinya maskapai bisa meningkatkan pendapatan
"Itu sebabnya, insentif menjadi semakin dibutuhkan maskapai sebagai kompensasi dari pelarangan mudik Lebaran yang diperkirakan semakin menyulitkan maskapai," katanya.
Menurutnya pemberian insentif harus sama kepada seluruh maskapai, baik maskapai milik negara dan juga maskapai swasta nasional. Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan pemberian insentif tidak hanya urusan Kementerian Perhubungan tetapi juga melibatkan Kementerian Keuangan terkait pembiayaan insentif.
Selain insentif perpajakan, maskapai juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah BUMN yang terkait penerbangan, seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav. Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina terkait dengan biaya avtur, yang memakan 40-45 persen biaya operasional maskapai.
“Persoalannya saat ini, Kementerian Keuangan harus bersedia penerimaan negara dari industri ini berkurang. Masalah insentif bagi maskapai ini yang akan kami bahas lebih intensif dengan Dirjen Perhubungan Udara," imbuh Lasarus.