Bisnis.com, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan salah satu alasan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur adalah paradigma pembangunan yang masih terpusat di Jawa.
Yustinus mencontohkan PDB nasional sebesar 80 persen ada di Pulau Jawa. Sementara itu, dana pihak ketiga sebesar Rp6.737 triliun yang disimpan di perbankan, hampir seluruhnya tersimpan di Jakarta atau sebesar 91 persen.
“Ini sangat timpang, nah kalau tidak segera kita atasi dengan sebuah kebijakan terobosan afirmatif, bagaimana kita mengelola negara ini, rasanya kita akan semakin tertinggal,” kata Yustinus dalam webinar ‘Pemindahan Ibu Kota, Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Pandemi Covid-19: Mana Yang Lebih Baik?’, Jumat (14/4/2021).
Adapun, kini pemerintah tengah menunggu pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara oleh DPR. Setelah disahkan, maka pembangunan fisik tahap awal Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, akan dimulai.
Kementerian PPN/Bappenas mengatakan target pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) akan dilakukan sampai 2024 untuk KIPP dengan sarana dan prasarana pendukungnya. Tentunya, hal tersebut akan diagendakan setelah pengesahan RUU IKN oleh DPR, yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Terkait dengan skema pembiayaan, Yustinus memaparkan proyek pembangunan ibu kota negara baru akan dibiayai oleh APBN, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan Swasta. Dia menyebut kehadiran mekanisme burden sharing memberikan opportunity lebih besar bagi Indonesia terkait dengan pembiayaan.
Baca Juga
Selain itu, menurut Yustinus, adanya lembaga pengelola investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang baru didirikan juga dapat dimanfaatkan sebagai peluang. Sejumlah investor terutama dari Timur Tengah, disebutnya telah menaruh minat untuk berinvestasi di Indonesia.
“Kita harus optimistis bahwa Indonesia itu dilirik oleh banyak investor tanpa harus menggadaikan kedaulatan,” ucap Yustinus.