Bisnis.com, JAKARTA – Dalam pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia Tahun 2021, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, sebagai Governer Bank Dunia dan Alternate Governor IMF untuk Indonesia, mengungkapkan isu terkait dengan pembiayaan untuk pengembangan ekonomi hijau.
Seperti diketahui dalam pertemuan ini, IMF Fiscal Forum mendiskusikan langkah pemulihan ekonomi melalui transisi ekonomi hijau. Transisi ini butuh biaya yang sangat besar.
Dalam IMF Fiscal Forum dengan tema Climate Change and the Urgency of a Green Recovery, Sri Mulyani menyerukan realisasi kewajiban dukungan internasional kepada negara-negara berkembang sebesar US$100 miliar pertahun sebagaimana dimandatkan dalam UNFCCC dan Perjanjian Paris.
Negara-negara berkembang juga didorong untuk mengembangkan sumber pembiayaan inovatif. Dalam menunjang inovasi ini, perlu dibangun mekanisme pasar dan harga global yang dapat merefleksikan nilai emisi karbon secara nyata.
Dengan demikian, produk inovasi keuangan negara-negara berkembang, seperti Obligasi Hijau Konvensional atau Syariah mendapatkan apresiasi dalam bentuk nilai harga yang tepat.
Pemerintah Indonesia telah memobilisasi berbagai instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung aksi iklim. Salah satunya penerbitan Green Sukuk sejak tahun 2018 untuk mendanai aksi perubahan iklim dan mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah juga membentuk Badan Layanan Umum Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya keuangan lingkungan serta memfasilitasi pengembangan perdagangan dan pasar karbon (carbon pricing).
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan regulasi tentang carbon pricing yang akan menjadi panduan dalam menyusun kebijakan domestik dan kerangka kelembagaan untuk penetapan harga karbon.
Di sisi lain, transisi ekonomi hijau juga akan memiliki implikasi penting atas kondisi stabilitas dan inklusi keuangan. Pada acara Toronto Centre Executive Panel dengan tema Transitioning to Green Economy, Menkeu menyampaikan perlunya mengarusutamakan instrumen pembiayaan hijau dalam sistem keuangan.
Selain itu, lembaga keuangan perlu menerapkan manajemen risiko yang kuat. Ini didukung informasi yang komprehensif untuk menilai risiko terkait iklim.
Untuk mendukung langkah-langkah tersebut diperlukan kolaborasi yang kuat antar para regulator, termasuk Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Keuangan.
“Sebagai Co-chair, saya mendorong negara-negara untuk mempertimbangkan berbagai pilihan kebijakan, termasuk penetapan harga karbon, untuk menekan emisi serta untuk memacu pertumbuhan,” Kata Sri yang juga Co-chair Koalisi bersama dengan Menteri Keuangan Finlandia yang dikutip dari keterangan pers, Rabu (14/4/2021).
Menkeu memimpin diskusi pada pembahasan upaya dekarbonisasi, termasuk upaya penghapusan subsidi bahan bakar fosil. Indonesia menyampaikan keberhasilan reformasi subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2015 dan upaya Indonesia dalam memobilisasi serta mengelola pendanaan iklim termasuk melalui pengembangan instrumen carbon pricing.
Setiap negara memiliki tantangan masing-masing dalam penanganan isu perubahan iklim. Negara yang melakukan reformasi, transformasi model bisnis, maupun mempromosikan proyek ramah lingkungan, sepatutnya mendapatkan dukungan dan menjadi contoh bagi negara-negara lainnya.
Sri menyampaikan bahwa Koalisi memperlihatkan dengan jelas pentingnya peran menteri keuangan dalam agenda iklim melalui kebijakan fiskal dan keuangan.
Pihak swasta pun diminta mengambil peran yang lebih nyata dalam aksi perubahan iklim seperti berpartisipasi dalam pembelian Green Sukuk dan mengembangkan investasi yang lebih ramah lingkungan.
Dengan kerja sama dan sinergi berbagai negara dan seluruh pemangku kepentingan di dunia, maka upaya bersama dalam mengatasi tujuan ini diharapkan dapat tercapai demi menyelamatkan generasi selanjutnya.