Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menanggapi permintaan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan gas industri dengan harga tertentu.
Permintaan tersebut dilayangkan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII belum lama ini. Kementerian ESDM pada intinya menyayangkan industri yang tidak mampu menyerap 100 persen harga gas murah padahal pendapatan negara sudah dikorbankan dalam hal ini.
Pada prinsipnya, Agus menyebut untuk harga gas tertentu memang dalam klausulnya pemerintah akan mengevaluasi bagi perusahaan-perusahaan yang mendapatkan tetapi belum bisa menunjukkan kinerja lebih baik.
"Namun, saya punya pandangan berbeda di sini dari persoalan perusahaan-perusahaan kita yang belum bisa menyerap, karena justru di sini terbalik faktanya saya dapat surat dari PGN yang menjelaskan bahwa PGN sendiri sulit mendapat supply karena terhambat dari supplier mereka," katanya dalam jumpa media virtual, Jumat (9/4/2021).
Agus menyebut kondisi tersebut khususnya terjadi di Jawa Timur. Sementara di luar itu, Jawa Barat pada fase 1 sudah hampir terserap 100 persen.
Meski demikian, dia mengemukakan Kementerian Perindustrian akan mempelajari kesulitan-kesulitan industri sehingga tidak mampu menyerap gas murah tersebut.
Baca Juga
Agus menyebut dalam hal evaluasi pemerintah akan melihat dari seluruh aspek, baik dampak pandemi, sisi permintaan, kondisi pasar, dan lainnya.
"Klausul itu yang akan kita lihat sehingga dapat di-assess, karena pada saatnya dengan investasi yang sudah dilakukan tentu tidak ingin menunjukkan kinerja yang tidak tinggi," ujar Agus.
Adapun persoalan di Jawa Timur tersebut, sebelumnya disuarakan produsen keramik Jawa Timur menyebut masih membutuhkan perhatian dan dukungan pemerintah. Sebab, sudah hampir setahun sejak implementasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 89K/2020, yang mendapatkan harga gas US$6 per MMBTU baru sebesar 66 persen produsen dari kontrak gas.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan dengan demikian masih ada 34 persen produsen keramik di Jawa Timur masih dikenai harga gas lama yakni US$7,9 per MMBTU.
Edy menilai hal itu sangat membebani industri keramik di Jawa Timur di tengah gencarnya impor produk keramik dari China, India, dan Vietnam.
"Kondisi diatas diperparah lagi dengan gangguan suplai gas PGN di Jatim sejak beberapa bulan terakhir dan industri hanya diperbolehkan menggunakan 75 persen dari total kontrak PJBG PGN sehingga memaksa industri keramik yang produksi penuh harus membayar 25 persen pemakaian gas tersebut dengan harga surcharge US$15 per MMBTU," katanya.
Edy pun menggambarkan dengan kondisi itu, produsen keramik di Jawa Timur saat ini seakan sudah jatuh masih tertimpa tangga.