Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta terkait pelaksanaan kebijakan harga gas khusus industri dievaluasi lebih lanjut.
Hal itu karena sepanjang pelaksanaannya, sektor industri belum menyerap seluruh pasokan gas yang telah dialokasikan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan negara telah berkorban untuk menjalankan kebijakan ini dengan memotong pendapatan negara guna menghasilkan harga gas yang murah di plant gate untuk sektor industri.
Namun, dia menyayangkan rendahnya serapan oleh sektor industri sepanjang pelaksanaan kebijakan ini. Menurutnya, pengorbanan pemerintah dari sektor hulu migas seharusnya dapat disubtitusi dari multiplier effect yang diberikan sektor industri atas kebijakan itu.
"Memang kami ini perlunya koordinasi yang baik dengan Kememperin bahwa industri yang menyerap gas khusus melaporkan dampaknya selama setahun ini, kalau tidak 100 persen tidak terserap melaporkan masalahnya apa, sangat disayangkan. Saya perlu setuju melakukan evaluasi dengan Kemenperin," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (24/3/2021).
Namun, dia tidak menampik kalau sejak dijalankannya aturan harga gas US$6 per MMBtu di plant gate untuk sektor industri, realisasi volume gas di hulu meningkat. Hasil itu menunjukkan adanya indikasi kegiatan industri yang meningkat.
Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya evaluasi bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan atas implementasi kebijakan ini guna mengukur seberapa besar manfaatnya dibandingkan dengan pengorbanan pendapatan negara dari sektor hulu migas.
"Perlu mengundang bersama Kemenperin dan Kemenkeu dengan upaya segini besar berapa dampaknya industri dan kami sedang bertanya," ungkapnya.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan tujuan dari kebijakan ini dengan adanya pengorbanan pemerintah dari sisi pendapatan negara di hulu migas, maka harapannya terjadinya multiplier effect dari sektor industri.
"Ini lah yang harus kita coba telusuri. Suatu ketika kita harus mengundang ke perindustrian, apakah di perindustrian efektif mempengaruhi ekonomi scale," jelasnya.
Anggota Komisi VII DPR Ratna Juwita Sari mengungkapkan, masih banyak industri yang mendapat insentif harga gas US$6 per MMBtu belum optimal menyerap gas, kondisi ini membebani produsen dan pemasok gas yang sudah mengurangi keuntungannya agar harga gas bisa turun.
"Kami melihat banyak perusahan yang mendapatkan dispensasi terkait harga gas ini malah seperti tidak memaksimalkan performance mereka, malah mereka membebani," katanya.
Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi kembali penerima insentif harga gas sebesar USD 6 per MMBTU, sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran.
"Perlu ditinjau kembali apakah yang sudah ditetapkan pemerintah ini tepat sasaran," ujarnya.