Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Kenaikan Pajak Korporasi, Biden: Saya Muak Orang Biasa Dibodohi!

Biden juga mengkritik manfaat yang diberikan kepada warga berpenghasilan tertinggi di bawah pemotongan pajak 2017 oleh pemerintahan Donald Trump.
Presiden AS terpilih Joe Biden dan Wakil Presiden AS terpilih Kamala Harris. JIBI/Bisnis-Nancy Junita @joebiden
Presiden AS terpilih Joe Biden dan Wakil Presiden AS terpilih Kamala Harris. JIBI/Bisnis-Nancy Junita @joebiden

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melakukan kampanye besar-besaran untuk paket infrastruktur jumbonya dengan menegaskan wacana kenaikan pajak korporasi menjadi 28 persen.

Kenaikan pajak korporasi ini akan menyamakan lapangan bermain antara perusahaan besar dan warga Amerika Serikat pada umumnya.

Biden juga mengkritik manfaat yang diberikan kepada warga berpenghasilan tertinggi di bawah pemotongan pajak 2017 oleh pemerintahan Donald Trump.

"Saya tidak mencoba untuk menghukum siapa pun, tapi mungkin karena saya berasal dari lingkungan kelas menengah saya muak dan lelah dengan orang biasa yang diolok-olok," kata Biden dilansir Business Insider, Kamis (8/4/2021).

Presiden mengecam perusahaan yang membayar sedikit atau bahkan tidak sama sekali, pajak federal tanpa menyebut nama mereka.

Dia mengutip laporan baru-baru ini dari Institut Perpajakan dan Kebijakan Ekonomi berhaluan kiri yang menemukan 55 perusahaan multinasional AS tak membayar sepeser pun dalam pajak penghasilan tahun lalu. Daftar itu termasuk nama-nama perusahaan bonafit seperti FedEx, Nike, dan HP.

"Itu tidak adil. Itu tidak adil bagi pembayar pajak Amerika lainnya. Kami akan mencoba dan mengakhiri ini. Jika Anda seorang ibu atau ayah, polisi, petugas pemadam kebakaran, petugas polisi, dan lain-lain, Anda membayar hampir sebesar itu dalam pajak penghasilan Anda," katanya.

Sementara dia memberi isyarat bahwa dia terbuka untuk menegosiasikan tarif pajak perusahaan 28 persen yang diusulkannya, Biden menekankan perlunya membayar rencana pekerjaannya yang sangat besar senilai US$2 triliun.

"Saya terbuka lebar, tapi kami harus membayar untuk ini. Saya bersedia menegosiasikan itu," katanya.

Biden meluncurkan rencana pekerjaan kolosal minggu lalu, yang pertama dari dua bagian yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur negara. Rencana tersebut mengalokasikan dana baru untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak, menghilangkan pipa timbal dari sistem air, dan memperluas jangkauan jaringan broadband.

Rencana itu juga termasuk uang untuk mendukung perawatan di rumah bagi lansia, memodernisasi jaringan listrik negara dan secara bertahap menghentikan penggunaan bahan bakar fosil untuk memerangi perubahan iklim.

Pernyataan Biden adalah tanda dia tidak menghindar dari kemungkinan pertarungan politik di Kongres untuk menyetujui kenaikan pajak perusahaan besar-besaran, yang bertujuan mendanai banyak bagian dari rencana pekerjaan yang luas.

Demokrat memiliki mayoritas tipis di DPR dan Senat, memberi mereka margin kesalahan yang sempit selama beberapa bulan ke depan.

Kongres Demokrat dapat memilih untuk melewati Partai Republik menggunakan jalur ketat rekonsiliasi anggaran, taktik untuk memberlakukan tagihan tertentu dengan mayoritas sederhana 51 suara di Senat, bukan 60. Rekonsiliasi digunakan untuk menyetujui rencana stimulus US$ 1,9 triliun tanpa suara Republik.

Selain itu, Biden juga mengecam Partai Republik yang berpendapat bahwa rencana tersebut jauh melampaui pemahaman tradisional tentang infrastruktur, seperti jalan dan jembatan. Dia menjadikan paketnya sebagai rencangan untuk memenuhi kebutuhan AS dalam ekonomi modern.

"Secara otomatis mengatakan bahwa satu-satunya infrastruktur adalah jalan raya, jembatan, atau apa pun, itu tidak rasional," kata Joe Biden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper