Bisnis.com, JAKARTA – Survei Ekonomi Indonesia oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,9 persen pada 2021 dan 5,4 persen pada 2022.
Menurut survei tersebut, peningkatan pertumbuhan ekonomi di pasar global akan membantu ekspor Indonesia dan perbaikan kondisi usaha melalui Omnibus Law/UU Cipta Kerja dapat memacu investasi baik dari dalam dan luar negeri.
Sebelumnya, perekonomian Indonesia di 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen (c-to-c) dibandingkan 2019.
“Indonesia sedang menghadapi tantangan terbesarnya sejak krisis 1997. Dengan reform yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan energi dan talenta dari populasi mudanya, sehingga bisa memajukan ekonomi lagi,” jelas Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria dalam sambutannya pada peluncuran virtual, Kamis (18/3/2021).
Survei ke-7 OECD ini memberikan sejumlah rekomendasi utama yang terbagi ke sejumlah subkategori terkait pemulihan ekonomi, efektivitas intevensi pemerintah, percepatan transisi hijau, serta perluasan keterampilan dan kesejahteraan masyarakat.
“Survei OECD memberikan sejumlah rekomendasi mulai dari memperkuat dasar pengenaan pajak, liberalisasi pasar, melawan korupsi, dan mengatasi disparitas perekonomian antar daerah,” jelas Angel.
Baca Juga
Ekonom Senior OECD Andrea Goldtein menjelaskan secara rinci rekomendasi yang diberikan setelah pelaksanaan survei ekonomi terhadap Indonesia.
Pertama, pengalihan dari manajemen krisis menuju pencapaian pemulihan. Rekomendasi terdiri dari perpanjangan jangka waktu pemberian bantuan finansial pada rumah tangga dan pelaku usaha, koordinasi kebijakan di setiap level pemerintahan, konsolidasi fiskal jangka menengah, upaya menaikkan penerimaan pajak, penghapusan kesepakatan burden sharing secara bertahap, kebijakan moneter akomodatif, serta menjaga independensi Bank Indonesia (BI).
Kedua, efektivitas intervensi pemerintah. Poin-poin rekomendasi yaitu peningkatan tata kelola BUMN sejalan dengan praktik global, meminta BUMN tunduk pada aturan persaingan usaha, peninjauan kembali hingga penghapusan batasan yang tidak bermanfaat, pembatasan penunjukan langsung hanya untuk kebutuhan yang mendesak, serta menjaga independensi KPK.
Ketiga, percepatan transisi hijau. Survei memberikan rekomendasi untuk melakukan perlindungan, pembasahan kembali, restorasi lahan dan gambut. Selain itu, menetapkan harga karbon untuk bahan bakar fosil, mempercapat investasi untuk transportasi publik, serta reformasi atas harga beli listrik (buy-in tariffs).
Terakhir, memperluas keterampilan dan kesejahteraan masyarakat. Rekomendasi terdiri dari menurunkan awal usia mulai wajib belajar, peninjauan kembali upah minimum wajib tiap provinsi, penyerapan tenaga kerja perempuan lewat kampanye publik, uji coba perlindungan kerja yang lebih rendah serta penurunan upah minimum bagi pekerja muda di kawasan ekonomi khusus, perluasan skema asuransi pengangguran, dan memperbanyak investasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK).