Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peritel Dukung Usulan Persentase Minimal Produk Lokal di E-Commerce

Sejauh ini level persaingan perdagangan komersial secara luring dan dalam platform digital belum berjalan secara adil.
Ilustrasi belanja online/Istimewa
Ilustrasi belanja online/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Mengemukanya usulan penerapan persentase minimal produk dalam negeri yang dipasarkan melalui platform dagang digital atau e-commerce mendapat dukungan dari pengusaha ritel modern.

Langkah tersebut dipandang bisa menciptakan persaingan pasar yang lebih adil. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menjelaskan ketentuan mandatori produk lokal yang dipasarkan di toko modern telah sejak lama diterapkan. Tetapi, ketentuan serupa belum diterapkan di platform dagang-el.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang diubah dengan Permendag No. 56/2014, toko modern dan pusat perbelanjaan yang dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan wajib menyediakan barang dagangan hasil produksi dalam negeri minimal 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan.

Toko modern diperkenankan tidak mengikuti ketentuan tersebut dengan sejumlah syarat. Pasal 22 ayat 2 menyebutkan Menteri Perdagangan bisa memberi pengecualian kepada toko modern yang bersifat stand alone atau toko khusus (specialty stores).

Adapun kriteria barang yang diperdagangkan toko tersebut di antaranya memerlukan keseragaman produksi dan bersumber dari satu kesatuan jaringan pemasaran global (global value chain).

Selain itu, toko dengan merek tersendiri yang sudah dikenal di dunia dan belum memiliki basis produksi di Indonesia serta berasal dari negara tertentu untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya di Indonesia juga masuk dalam pengecualian.

“Usul ini sangat berdampak positif. Hal ini bisa mendorong the same level of playing field atau kesetaraan dalam peraturan maupun kebijakan. Kalau benar bisa diterapkan, bisa menjadi tendensi bagus,” kata Roy saat dihubungi, Kamis (18/3/2021).

Roy menjelaskan sejauh ini level persaingan perdagangan komersial secara luring dan dalam platform digital belum berjalan secara adil. Terlebih, terdapat sejumlah ketentuan pada usaha perdagangan ritel yang belum menyasar perdagangan secara digital.

Dia menyebutkan isu ini menjadi salah satu aspek yang dibahas pelaku usaha dan pemerintah untuk revisi peraturan menteri perdagangan sebagai tindak lanjut terbitnya aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja yakni Peraturan Pemerintah No. 29/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.

Selain kewajiban pemasaran barang produksi dalam negeri dengan persentase tertentu yang belum diterapkan, Roy mengatakan aspek lain yang dibahas di anataranya kewajiban produk dengan label standar nasional Indonesia (SNI), ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), dan kewajiban memberikan laporan distribusi dan stok barang saat pemerintah memintanya.

“Proses pembahasan aturan terus dibahas untuk turunan PP 29, nantinya ada pembahasan khusus juga untuk ini,” kata Roy.

Dia pun melanjutkan aspek kemitraan dengan UMKM juga akan menjadi perhatian untuk menciptakan persaingan yang adil baik untuk perdagangan secara konvensional maupun digital.

Sebagaimana diketahui, toko modern juga diwajibkan untuk memperdagangkan 20 persen produk UMKM di gerai-gerainya. Di sisi lain, platform dagang digital kerap menjadi sorotan dalam beberapa waktu belakangan akibat laporan maraknya produk impor yang menekan eksistensi produk UMKM.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira sebelumnya menyebutkan bahwa mandatori bagi platform dagang-el untuk menjual produk dalam negeri dengan persentase tertentu bisa lebih efisien dalam membendung produk impor.

Bhima mengatakan kebijakan tersebut lebih mudah diterapkan karena perusahaan e-commerce  bisa lebih mudah mengolah data lewat adopsi teknologinya, termasuk data asal barang  atau country of origin.

Di sisi lain, Equity Analyst Sinarmas Sekuritas Elvira Natalia menyebutkan adopsi ke platform perdagangan digital oleh peritel bisa memberi dampak positif dan risiko.

Meskipun peritel bisa memperluas kanal penjualan, terdapat risiko pembeli akan cenderung beralih ke barang substitusi yang murah. Dengan demikian, peritel dengan segmen middle to low akan terdampak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper