Bisnis.com, JAKARTA - Capaian penggunaan energi baru terbarukan masih jauh dari target. Untuk mengakselerasinya dibutuhkan perencanaan yang terintegrasi dari semua pemangku kepentingan, tidak bisa hanya dari satu kementerian.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan pertumbuhan energi baru terbarukan sepanjang 2012 hingga 2019 terus berjalan tetapi percepatannya masih kurang meyakinkan.
“Antara realisasi dengan target belum bisa matching karena menurut RPNJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada 2015 sampai 2019 itu percepatan EBT-nya meningkat, tetapi energi terbarukan itu masih lebih kecil dibandingkan dengan pembangkit tenaga batu bara,” jelasnya.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah investasi. Menurutnya, jika energi terbarukan ingin berkembang pesat di Indonesia maka diperlukan incumbent utility atau utilitas milik investor untuk memperkuat sistem jaringan transmisi dan distribusi.
“Dana yang dibutuhkan untuk kemajuan energi terbarukan sebesar US$167 miliar,” ujarnya.
Chrisnawan Anditya mengatakan pengembangan EBT pada 2025 akan mencapai 23 persen. Sampai akhir 2020 ini target yang didapat berada di angka 11,20 persen, angka tersebut masih jauh untuk mencapai target 2025.
Baca Juga
“Namun 5-6 tahun ke depan peningkatannya sudah menurun, artinya kita sudah menerapkan EBT bersih, seperti yang diharapkan ke depannya, jadi masih bisa lebih berkembang,” jelasnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar tetapi utilitas daya guna masih kecil yaitu 2,5 persen. Untuk itulah, penelitian masih terus berjalan guna mencapai potensi yang bisa dikembangkan ke depannya.
“Saat ini transisi Indonesia dalam penggunaan energi berbasis EBT masih kita dorong dengan memenuhi demand, fokusnya pada PLTS,” ucapnya.