Bisnis.com, JAKARTA — Terobosan-terobosan baru dinantikan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan dari panas bumi. Hal itu diperlukan guna menciptakan harga yang terjangkau oleh pihak pengembang maupun pembeli.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi menilai disparitas harga masih terjadi dalam pengembangan panas bumi. Sejumlah terobosan diperlukan untuk bisa menekan biaya yang diperlukan dalam pengembangan panas bumi.
"Kita mencoba untuk mencari terobosaan bagaimana kita mencoba menurunkan cost dan risiko sehingga harga bergerak ke bawah dan itu sampai saat ini kita belum berhasil karena disparitas harga itu masih terjadi," katanya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (1/3/2021).
Menurutnya, kegiatan eksplorasi membuat biaya pengembangan panas bumi menjadi sulit ditekan. Pasalnya, dalam kegiatan eksplorasi, berdasarkan statistik, memiliki tingkat kegagalan sebesar 50 persen.
Untuk itu, para pengembang panas bumi membutuhkan tingkat keekonomian tertentu untuk menjual listrik ke pembeli yakni PT PLN (Persero). Di sisi lain, PLN tidak bisa membeli harga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi sesuai dengan keekonomian mengingat harga yang telah dipatok oleh pemerintah sehingga terjadi keterbatasan daya beli listrik.
"Nah, industri ini hampir sama oil and gas di mana ada pengeboran di depan, bedanya oil and gas buyer-nya banyak, panas bumi buyer-nya cuma 1 PLN dan harganya di-regulated sama pemerintah," ungkapnya.
Prijandaru menilai, apabila kondisi ini terus terjadi, target pemanfaatan potensi panas bumi oleh pemerintah pada tahun ini akan sulit dicapai. Pada tahun ini peningkatan kapasitas PLTP panas bumi diproyeksi hanya sebesar 200 MW dari kapasitas pada tahun lalu sebesar 2.130 MW.
"Jadi kalau target RUEN pada tahun ini masih kurang sekitar 600 MW—700 MW, tapi masih kurang 5.000 MW sampai 2025 dan itu harus dilakukan suatu usaha yang maksimal terutama dari pemerintah bagaiman membuat pengembnagna panas bumi secara cepat sesuai dengan target yang sudah ditetapkan," ungkapnya.
Anggota Dewan Energi nasional Satya Widya Yudha mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendapatkan masukan dari pelaku industri panas bumi terkait dengan persoalan harga pengembangan yang masih mahal.
Menurutnya, terdapat gagasan untuk menetapkan tipe kontrak seperti yang diterapkan dalam pengembangan wilayah kerja minyak dan gas bumi. Pengembangan panas bumi diusulkan menggunakan skema kontrak cost recovery.
"Apakah cara ini bisa drive pengembangan panas bumi jadi lebih efisien, akan kami olah agar jadi kebijakan suatu hari," jelasnya.