Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Melesat, Perusahaan Migas Belum Juga Tersulut

Sejak awal 2021 telah banyak analis yang memproyeksikan harga minyak dunia akan lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata pada tahun lalu.
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan harga minyak yang bertengger pada sekitar level US$60 per barel belum menyulutkan para perusahaan minyak dan gas bumi nasional untuk lebih agresif memanfaatkan momentum tersebut.

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (26/2/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret terpantau berada pada level US$61,50 per barel, sedangkan untuk minyak jenis Brent ditutup pada pada level US$65,42 per barel.

Kendati demikian, PT Medco Energi Internasional Tbk. belum berencana untuk meningkatkan aktivitas produksi maupun investasinya. Perusahaan berkode saham MEDC itu masih belum mau terburu-buru memanfaatkan momentum itu.

"Medco Energi terus memonitor perkembangan harga minyak dunia secara terus-menerus, untuk saat ini  rencana usaha perseroan masih tetap mengacu pada panduan yang sudah pernah disampaikan sebelumnya," kata Myrta S. Utami, VP Corp. Planning & Investor Relations PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), kepada Bisnis, Jumat (26/2/20210).

Senada, PT Pertamina Hulu Energi masih cenderung wait and see terkait dengan kenaikan harga minyak dunia yang terjadi dalam satu bulan terakhir. Perseroan terus mengevaluasi fluktuasi harga minyak dunia untuk menentukan langkah selanjutnya.

Whisnu Bahriansyah Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Energi mengatakan, faktor eksternal yang memengaruhi produksi migas adalah fluktusasi harga minyak dan permintaannya di pasar. Menurutnya, harga minyak yang cenderung bullish dari target APBN 2021 akan memberi dampak positif terhadap faktor terhadap proyek-proyek milik Subholding Upstream Pertamina.

"Pertamina akan mengevaluasi stabilitas dari fluktuasi harga minyak tersebut terhadap peluang penambahan rencana kerja," katanya.

Whisnu menambahkan bahwa peningkatan harga minyak mulai awal 2021 akan memengaruhi proyek yang sedang dan akan dilakukan 2021.

"Pertamina akan tetap melakukan evaluasi, prioritasisasi, dan mengelola portofolio proyek yang akan dijalankan dengan memperhatikan sensitivitas harga, yang memiliki risiko menurun kembali," ungkapnya.

Di lain pihak, Plt. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menyebutkan bahwa peningkatan harga minyak dunia akan berdampak positif terhadap inerja produksi di sektor hulu dalam negeri.

Dia mengatakan bahwa sejak awal 2021 telah banyak analis yang memproyeksikan harga minyak dunia akan lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata pada tahun lalu. Namun, kenaikan yang terjadi pada beberapa waktu kemarin bergerak lebih tinggi dari proyeksi awal yang diperkirakan pada level US$52 per barel. Dia menuturkan bahwa dalam proyeksi sejumlah analis, harga minyak dunia baru akan menyentuh US$60 per barel pada 2022.

"Sebagai pengelola hulu migas tentunya kami menyambut baik peningkatan harga tersebut karena berarti akan meningkatkan keekonomian proyek-proyek hulu migas yang akan diharapkan mendukung peningkatan produksi," ungkapnya.

Kendati demikian, Susana menuturkan bahwa pergerakan harga minyak dunia yang sedang bergairah saat ini tidak memberikan pengaruh langsung terhadap rencana investasi pada kontraktor.

Pasalnya, investasi di sektor hulu migas didasari oleh perkiraan harga rata-rata pada jangka waktu yang cukup panjang dan bukan mengacu pada peningkatan harga sesaat. Namun, apabila harga minyak mentah bertengger pada level yang tinggi, hal itu akan berdampak kepada rencana investasi.

"Belum kelihatan [peningkatan investasi], SKK Migas selalu berkoordinasi dengan KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] untuk memitigasi proyek-proyek apa yang bisa dilakukan secara cepat untuk meningkatkan produksi. Koordinasi dilakukan setiap saat dan intensif," jelasnya.

Sementara itu, Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno berharap dengan meningkatnya harga minyak dunia akan meningkatkan kegiatan operasional hulu migas dalam negeri.

Namun, katanya, pada saat ini belum ada kontraktor yang melaporkan untuk meningkatkan investasinya setelah pada sebelumnya sebagian besar mamangkas anggarannya pada saat harga minyak melemah.

"Yang pasti ya, akan semakin bergairah," ungkapnya.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa dengan membaiknya harga minyak dunia, pihaknya optimistis faktor tersebut mampu mendorong investasi hulu migas tahun ini.

Menurut dia, harga minyak dunia sempat turun di level US$30 per barel pada 2020. Namun, saat ini, harga minyak dunia mulai menunjukkan tren positif setelah bergerak naik di level US$55 per barel.

"Hari ini kira-kira Brent US$55 per barel, di mana 2020 sempet turun US$30 per barel.  Ini sesuatu positif untuk industri, yang itu kira-kira akan memotivasi investor untuk berinvestasi lebih baik dan itu kelihatan dari aktivitas yang sudah kami setujui," ujar Dwi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal  mengatakan bahwa para pelaku di sektor hulu migas berharap harga minyak dunia dapat stabil pada level US$60 per barel.

Kendati demikian, dampak finansial yang signifikan pada tahun lalu dan juga perkembangan proses vaksinasi Covid-19 yang masih membutuhkan waktu yang tidak singkat, membuat para kontraktor masih menahan peningkatan investasinya, terutama pada proyek yang membutuhkan anggaran besar.

Moshe menambahkan bahwa stabilitas harga akan sangat memengaruhi keputusan yang akan diambil para perusahaan migas ke depannya karena proses meningkatkan atau mengembalikan sebagian tingkat operasi produksi sebelumnya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Kontraktor akan mengambil langkah dengan sangat hati-hati agar tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar dan tidak dibutuhkan pada awal tahun ini.

"Ini pun kita belum bicara mengenai kegiatan eksplorasi, kegiatan produksi yang menghasilkan pendapatan secara jangka pendek yang saat ini masih diutamakan," ungkapnya.

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat bahwa terkait dengan naiknya harga minyak dunia akan berdampak signifikan terhadap sektor hulu migas dalam negeri karena harga minyak Indonesia atau ICP akan turut terdongkrak.

Dengan semakin naiknya harga minyak, maka nilai keekonomian per barrel akan meningkat dan kontraktor akan kembali bergeliat untuk meningkatkan produksinya.

Mamit menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini, harga minyak akan bertahan cukup tinggi dengan sentimen OPEC+ yang masih berkomitmen untuk memangkas produksinya. Selain itu, kondisi global yang diproyeksikan semakin membaik dengan adanya vaksin yang sudah mulai banyak dan dipakai di seluruh dunia.

"Mengingat sudah 1 tahun terakhir mereka [kontraktor] tiarap dengan rendahnya harga minyak dunia pada 2020. Setidaknya, jika terus bertahan maka saya pastikan kegiatan investasi hulu migas akan meningkat cukup signifikan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper