Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rokok dan Miras Tak Berkutik di Hadapan Pandemi

Penjualan penguasa pasar rokok, PT HM Sampoerna Tbk. anjlok 19,3 persen secara tahunan pada 2020.
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko

Bisnis.com, JAKARTA - Industri rokok yang sempat disebut-sebut tahan krisis tak berkutik di hadapan pandemi Covid-19. Penjualan penguasa pasar rokok, PT HM Sampoerna Tbk. anjlok 19,3 persen secara tahunan pada 2020.

Mengutip laporan keuangan induk usaha HM Sampoerna, Philip Morris International (PMI), emiten berkode saham HMSP itu menjual 79,5 miliar batang rokok pada 2020. Padahal, tahun sebelumnya emiten bersandi HMSP ini menjual rokok sebanyak 98,5 miliar batang.

Sementara itu, secara industri total volume penjualan rokok di Indonesia turun 9,4 persen menjadi 201,7 miliar batang rokok pada periode Januari hingga September 2020. 

Selain rendahnya daya beli, menurut Tim Analis J.P Morgan, industri rokok juga tertekan oleh kenaikan pajak cukai hingga dua digit. Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen untuk rokok sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) yang berlaku sejak awal Februari 2021. Sementara itu, untuk rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) tidak mengalami perubahan tarif cukai.

Hal senada juga dirasakan oleh industri minuman keras. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) baru mencapai Rp3,61 triliun sepanjang Januari-September 2020.

Dari sisi pertumbuhan, realisasi itu turun 23,02 persen dari capaian Januari-September 2019 sebesar Rp4,68 triliun.

Padahal, sebelumnya realisasi cukai MMEA selalu meningkat dari tahun ke tahun. Secara berurutan realisasi cukai MMEA pada 2015 hingga 2018, masing-masing, senilai Rp4,5 triliun, Rp5,3 triliun, Rp5,57 triliun, Rp6,4 triliun, dan Rp7,3 triliun. 

Sementara itu, untuk tahun ini pelaku industri minuman beralkohol mengaku belum memiliki harapan, karena sejumlah pembatasan wilayah yang masih berlangsung di seluruh dunia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) mengatakan tahun ini hampir tidak akan ada pendorong kinerja minuman alkohol yang bisa diharapkan. 

"Tahun lalu tanpa turis asing memang konsumsi sudah turun lebih dari 50 persen. Permohonan impor minuman dari 14 perusahan juga hanya 40 persen yang disetujui karena perizinan terlambat hampir 8 bulan. Bahkan, ada yang izin impor tidak dilakukan karena tidak berani dengan lalu lintas Internasional banyak tertahan akibat Covid-19," katanya kepada Bisnis, Rabu (10/2/2021).

Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2020 minus 2,07 persen. Kontraksi ekonomi ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak krisis 1998.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper