Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan Indonesia tidak lagi mengimpor liquefied natural gas pada 2030 seiring dengan dikembangkannya gasifikasi batu bara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa berdasarkan kajian strategi besar nasional yang disusun oleh Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional, pemanfaatan dimetil eter (DME) dan metanol dari program penghiliran batu bara akan berpengaruh signifikan terhadap upaya pengurangan impor liquefied natural gas (LPG).
"Melalui substitusi LPG dengan DME, impor LPG yang sebesar 6 juta ton pada 2020 akan berkurang menjadi 1,4 juta ton pada 2025," ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (19/1/2021).
Sementara itu, pada 2030 kebutuhan LPG diperkirakan mencapai 9,7 juta ton. Kebutuhan ini akan dipenuhi dari produksi LPG yang sudah ada sebesar 1,2 juta ton, LPG dari kilang 1,8 juta ton, dan DME sebesar 4,5 juta ton setara LPG.
Di samping itu, pemenuhan kebutuhan LPG juga turut didukung oleh program pemanfaatan kompor listrik 1,1 juta ton setara LPG dan jaringan gas (jargas) 1,1 juta ton setara LPG.
"Pada 2030 diharapkan sudah tidak ada impor LPG melalui optimalisasi DME."
Baca Juga
Di sisi lain, kata Arifin, saat ini ada dua perusahaan swasta yang akan mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol, yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal.
Produk metanol yang dihasilkan nantinya dapat dikonversi menjadi DME sehingga optimalisasi produksi methanol menjadi DME ini dapat memenuhi kebutuhan substitusi LPG di dalam negeri.
"Apabila terdapat kelebihan produksi metanol juga dapat dialihkan untuk substitusi produk lainnya, seperti gasoline, olefin, dan untuk kebutuhan industri lainnya," katanya.