Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) membuat semuanya menjadi tidak pasti. Tidak ada yang mampu memprediksi kapan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China itu bisa teratasi sepenuhnya.
Sejumlah sektor usaha terpaksa tiarap, khususnya yang berkaitan langsung dengan mobilitas manusia dan aktivitas pariwisata. Namun, di tengah ketidakpastian mereka optimistis usaha yang mereka lakukan bisa tumbuh, bahkan tumbuh jauh lebih pesat dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Di tengah ketidakpastian, virtual hotel operator (VHO) yang berbasis di India, OYO Hotel and Homes (OYO) tetap optimistis. Di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia mereka tetap beroperasi dan bahkan menambah jumlah mitra baru untuk memperkuat bisnisnya.
Country Head OYO Indonesia Agus Hartono Wijaya mengungkapkan selama pandemi Covid-19 pihaknya tetap berupaya untuk menambah jumlah properti di Indonesia untuk memperkuat pondasi dan ekosistem bisnisnya. Hingga akhir 2020, OYO Indonesia sudah memiliki lebih dari 3.000 mitra properti dengan 45.000 kamar di 150 kota.
“[Mitra properti] tetap bertambah. Tren-nya sejak Agustus 2020 ini pemilik properti sudah tidak lagi resisten seperti awal pandemi. Karena mereka juga tidak mungkin stagnan. Properti mereka didiamkan juga nantinya bakal rusak,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa penambahan jumlah mitra properti itu diikuti oleh upaya diversifikasi bisnis. Selain itu, untuk mitra properti yang sudah lebih dahulu bergabung pihaknya juga melakukan perampingan untuk menekan biaya operasional.
Baca Juga
“Perampingan atau efisiensi ini tentu ada, karena jumlah tamu pun berkurang. Di sisi lain kita juga melakukan diversifikasi seperti membuka kedai kopi cinta di beberapa properti strategis, cloud kitchen juga. Utilisasi aset yang dimiliki. Tapi sebenarnya itu sudah rencana awal sebelum pandemi,” paparnya.
Adapun, terkait dengan jumlah tamu, Agus menyebut sudah mulai membaik sejak Agustus 2020 dengan adanya momentum libur panjang serta aktivitas bisnis yang mulai menggeliat. Perlu diketahui bahwa tingkat isian atau okupansi mitra properti OYO sempat mengalami penurunan hingga 70% dari normal pada awal pandemi Covid-19.
Sementara itu, untuk layanan hunian jangka panjang OYO Life, menurut Head of Emerging Business OYO Indonesia Andika sejauh ini pihaknya bergerak menawarkan layanannya ke sejumlah perusahaan untuk tempat istirahat atau mes bagi para pekerjanya dalam jangka waktu lebih dari satu bulan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Andika menyebut upaya tersebut sudah membuahkan hasil.
“Sudah ada perusahaan yang menyewa kamar untuk pekerjanya dengan jumlah lumayan. Beberapa rumah sakit ini juga sudah kami tawarkan untuk tempat istirahat para tenaga medis agar tidak perlu bolak-balik ke rumahnya. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota-kota luar Jakarta ini,” ungkapnya.
MASIH MENARIK BAGI INVESTOR
Di sisi lain, Agus meyakini bahwa OYO dan pemain VHO lainnya masih punya prospek yang baik di pascapandemi Covid-19. Hal tersebut tercermin dari antusiasme investor terhadap penawaran saham perdana AirBnb Inc. Harga saham dengan kode ABNB tersebut melonjak 113 persen ke level US$144,71 dari harga penawaran umum perdana sebesar US$68. IPO dilakukan 10 bulan setelah pandemi Covid-19 menekan habis sektor perjalanan.
Pasar daring (marketplace) akomodasi yang berbasis di Amerika Serikat itu merupakan salah satu investor dari OYO. Oleh karena itu, Agus optimistis jika perusahaan tempatnya bernaung masih punya prospek yang baik dan seksi di mata investor.
“Kami masih mampu bertahan, runway masih 2-3 tahun dan untuk sebuah industri berbasis digital itu terbilang lama. Industri akomodasi masih menarik di mata investor, AirBnb setelah IPO (initial public offering) sahamnya melejit dan valuasinya bagus,” tegasnya.
Namun yang jelas, menurut Agus hal tersebut perlu didukung oleh kebijakan pemerintah setempat yang tepat. Khusus di Indonesia, dia berharap pemerintah dapat memberikan insentif agar pihaknya dan pelaku usaha pariwisata lainnya bangkit dalam waktu singkat.
“Terlebih pariwisata adalah penyumbang GDP (gross domestic product) lima besar di Indonesia. Harapannya ada bantuan dalam bentuk grant, keringanan pajak, atau lainnya. Kami sudah sempat melakukan audiensi tetapi belum ada kelanjutan konkretnya seperti apa,” tutupnya.