Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua MPR Minta Penyusunan RPP UU Cipta Kerja Libatkan Pengembang

Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja dan sekarang RPP-nya dalam proses penyusunan. Ketua MPR berpandangan penyusunan RPP perlu melibatkan pengembang.
Warga melintas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat./Bisnis/Abdurachman
Warga melintas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat./Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta melibatkan sejumlah stakeholder termasuk pengembang dalam penyusunan aturan turunan terutama untuk sektor properti.

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan UU Cipta Kerja diyakini mampu membangkitkan sektor properti di Indonesia. Selain itu, melalui UU Cipta Kerja diharapkan reformasi agraria berjalan dengan lebih maksimal.

Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.

"RPP ini nantinya disahkan menjadi PP sebagai aturan teknis dan payung hukum terkait berbagai hal yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Saya mendorong REI untuk turut aktif memberikan masukan dalam penyusunan RPP UU Cipta Kerja terkait sektor properti," ujarnya dalam siaran pers pada Rabu (13/1/2020).

Dia berharap daftar inventaris masalah (DIM) yang telah dibuat REI dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam penyusunan RPP UU Cipta Karya terkait sektor properti.

"Saya mendorong pemerintah memperhatikan semua masukan elemen masyarakat dalam penyusunan RPP UU Cipta Kerja sehingga PP yang dihasilkan nanti memberikan dampak signifikan bagi perekonomian nasional," kata Bambang.

Ketum REI Paulus Totok Lusida menuturkan pihaknya telah membentuk tim pengkaji RPP yang melibatkan berbagai bidang usaha industri properti. Kajian tersebut menunjukkan beberapa hal yang perlu diperhatikan salah satunya RPP bidang PUPR yakni Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Menurutnya, masih ada syarat pemasaran yang terlalu berat seperti sertifikat tanah, nomor persetujuan bangunan gedung, pertelaan dan jadwal PPJB dan AJB. Hal ini membuat pengembang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat memasarkan produknya ke masyarakat.

"Solusi dari REI adalah sertifikat disubstitusi dengan bukti kepemilikan atas tanah, PBG disubstitusi dengan nomor izin site plan/rencana tapak, atau menunjukkan proses pendaftaran SIMBG atau nomor tanda terima permohonan PBG dari instansi berwenang," tuturnya.

Selain itu, terkait RPP Hak Pengelolaan dan Hak atas Tanah, diperlukan percepatan proses pelayanan untuk mempercepat investasi dan menghindari kolusi.

"Perlu dilakukan penetapan persyaratan lengkap setiap kegiatan pelayanan, pemberian tanda terima dokumen syarat lengkap, pemberlakuan nomor urut layanan, penetapan batas waktu maksimum (SLA) setiap layanan, pemberlakuan SLA Otomatis/persetujuan permohonan layanan, dan mengintegrasikan data sharing," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper