Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dihadapkan dengan posisi sulit dalam hal mengurusi pekerja migran Indonesia tahun ini. Jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang diprediksi bertambah dikhawatirkan memicu terjadinya pelonjakan kasus illegal traficking.
Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah memprediksi jumlah PMI tanpa dokumen resmi dari Indonesia meningkat 30-40 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Jumlah PMI tanpa dokumen di Indonesia tahun lalu jika diestimasikan berdasarkan jumlah penempatan bisa mencapai 21.000 orang.
"Berdasarkan perhitungan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia [BP2MI], pekerja migran Indonesia jumlahnya 2 kali dari jumlah yang bekerja di suatu negara," ujar Anis kepada Bisnis.com, Selasa (5/1/2021).
Berdasarkan data terakhir BP2MI, jumlah PMI yang ditempatkan di luar negeri periode Januari - November 2020 sebanyak 10.395, nyaris setengah lebih sedikit dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hong Kong dan Taiwan menjadi negara dengan jumlah penempatan tertinggi, masing-masing 5.775 dan 4.160 PMI.
Belum pulihnya pasar kerja Tanah Air pada 2021 ini, dinilai menjadi pemicu utama terjadinya penempatan PMI tanpa dokumen. Menurut perkiraan Migrant Care, pengiriman PMI pada 2021 meningkat 30-40 persen dengan total sekitar 16.000 pekerja.
Namun demikian, Anis menilai Indonesia masih akan kesulitan mencari negara-negara tujuan untuk melakukan penempatan karena belum adanya kejelasan terkait dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Upaya pemerintah untuk melakukan penempatan akan sangat terbatas. Tawaran orang bekerja ke luar negeri memang besar dan minatnya makin tinggi. Namun, akses untuk pasar kerja global terbatas," tambah Anis.
Kondisi tersebut dinilai olehnya menjadi peluang bagi sindikat illegal human trafficking untuk semakin intensif dalam melakukan perekrutan dalam jumlah besar dengan barbagai modus untuk mengirimkan pekerja migran ke luar negeri.
Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh sejauh ini dinilai belum maksimal. Perihal PMI belum dibahas secara lintas sektor kementerian/lembaga yang berkepentingan.
Selain itu, pemerintah diminta dapat mengambil kebijakan pelindungan PMI, mulai dari pelindungan di aspek kesehatan hingga pelindungan yang berkaitan dengan hak profesi serta hak asasi manusia (HAM).
Dari segi regulasi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran dinilai sudah berada di posisi yang paling maju karena mengadopsi aspek-aspek dari konvensi pekerja migran, salah satunya pelindungan pekerja perempuan.
Namun demikian, masa transisi undang-undang tersebut berlarut-larut selama 3 tahun terakhir dan beberapa instrumen seperti badan layanan publik di masing-masing negara penempatan juga belum ada sampai dengan saat ini.