Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keuangan Negara Tekor, Sri Mulyani Harus Kerja Keras di 2021

Tantangan keuangan masih akan besar di tahun ini. Pemerintah harus putar otak. Tidak hanya mendorong penerimaan negara, tetapi juga mencari pembiayaan untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga 31 Januari di Jakarta, Rabu (20/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga 31 Januari di Jakarta, Rabu (20/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri kondisi keuangan negara tengah terbebani oleh krisis akibat pandemi Corona.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penerimaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 turun hampir 20 persen.

Di sisi lain, belanja naik lebih dari Rp500 triliun. Kenaikan belanja yang gila-gilaan untuk penanganan ekonomi dan kesehatan masyarakat di masa pandemi ini jelas berujung pada defisit fiskal.

Per akhir November, dari catatan Kemenkeu, penerimaan negara hanya mencapai Rp1.423 triliun, sementara belanja negara adalah Rp2.306,7 triliun.

Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 membukukan defisit Rp 883,7 triliun atau 5,6% persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Tekornya dompet negara ini harus ditutupi dengan utang. Padahal, utang pemerintah telah menggunung. 

Posisi utang pemerintah pusat per akhir November 2020 berada di angka Rp5.910,64 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,13 persen.

Dikutip dari APBN Kita November 2020, posisi utang pemerintah pusat secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional," tulis Kementerian Keuangan dalam buku APBN Kita November 2020.

Tantangan keuangan masih akan besar di tahun ini. Pemerintah harus putar otak. Tidak hanya mendorong penerimaan negara, tetapi juga mencari pembiayaan untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai pemerintah telah melihat kesulitan pendanaan ke depannya. Pasalnya, kondisi resesi kali ini berbeda dengan kondisi di 2008 dan 1998.

Saat itu, tidak semua negara yang terimbas. Masih ada beberapa negara yang relatif stabil. Di masa pandemi ini, semua negara terdampak.

Suka tidak suka, semua negara harus mencari pendanaan untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonominya.

Sumber Pembiayaan Baru

Kondisi perebutan likuiditas ini mendorong pemerintah untuk menyukseskan UU Cipta Kerja dan membentuk Lembaga Pengelola Investasi.

"Semua negara mencari pembiayaan sehingga indikasinya pemerintah dorong UU Cipta Kerja, yang di dalamnya ada LPI," ujarnya.

Ini adalah langkah untuk mencari sumber pembiayaan baru. Meskipun demikian, Bhima melihat langkah tersebut tidak mudah karena basis aset LPI adalah aset pemerintah dan BUMN.

Sementara itu, proyek yang ditawarkan terbatas di infrastruktur.

Alhasil, pemerintah akan fokus mencari pendanaan di dalam negeri alias menerbitkan SBN di pasar domestik.

Pemerintah, lanjut Bhima, harus memperhitungkan kondisi pasar dalam negeri ke depannya. Pasalnya, jika pemulihan ekonomi mulai berjalan, swasta membutuhkan dana.

"Kalau di sisi lain swasta rebutan juga jadi crowding out," ujarnya.

Pemerintah harus menjaga agar stimulus tetap besar, tetapi tidak menyedot likuiditas bagi swasta. Oleh karena itu, bendahara negara masih harus bekerja lebih keras di tahun ini. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper