Bisnis.com, JAKARTA – Gula rafinasi dikabarkan kembali marak beredar di pasar gula konsumsi di Pulau Jawa.
Kalangan petani menyebutkan rembesan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman ke pasar konsumsi merupakan sinyal bahwa impor gula mentah yang dilakukan sejauh ini jauh di atas kebutuhan.
Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M. Nur Khabsyin mengatakan gula rafinasi yang diedarkan sebagai gula konsumsi dikemas dalam plastik berwarna putih dengan ukuran 1 kilogram. Penggantian karung gula rafinasi dan gula konsumsi pun menjadi salah satu modus yang banyak digunakan.
“Belum lama ini Polres Lamongan membongkar sindikat yang mengedarkan gula rafinasi antardaerah. Setelah diusut ternyata pengedarnya adalah koperasi dari Jawa Tengah,” jelas Nur Khabsyin kepada Bisnis, Senin (21/12/2020).
Dia menuturkan bahwa koperasi merupakan badan usaha yang mendistribusi gula sebagai bahan baku untuk industri makanan dan minuman berskala kecil. Eksistensi koperasi diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Rafinasi.
“Alih-alih menyalurkan ke industri kecil, mereka justru menjualnya ke pasar konsumsi karena harganya bisa lebih tinggi,” lanjutnya.
Baca Juga
Dia menilai masih ditemuinya kasus rembesan dari koperasi yang mendistribusikan gula dari produsen ke industri pengguna menunjukkan bahwa rantai pasok gula rafinasi terlalu panjang dan rawan dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, APTRI mengharapkan pemerintah dan meninjau pelaksanaan revisi pada Permendag 1 Tahun 2019.
Pasal 8 Permendag ini sejatinya mengatur soal pengemasan gula rafinasi dalam proses perdagangannya. Gula rafinasi setidaknya diperdagangkan dalam kemasan paling sedikit 50 kilogram (kg) dan 25 kg khusus pada industri pengguna. Gula kristal rafinasi pun dilarang dikemas ulang dalam ukuran yang lebih kecil dari ketentuan tersebut.
Selain menemukan celah kebocoran akibat rantai distribusi yang panjang, Nur Khabsyin pun berpendapat bahwa rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi terjadi lantaran pasokan yang melampaui kebutuhan industri.
“Kalau tidak berlebih tentu kasus rembesan tidak akan terulang setiap tahunnya,” imbuh dia.
APTRI memperkirakan rembesan gula rafinasi di pasar konsumsi setiap tahunnya berkisar di angka 200.000 sampai 300.000 ton. Dia mengatakan masuknya gula rafinasi ke pasar konsumsi bisa mengganggu stabilitas harga gula petani.