Bisnis.com, JAKARTA – Konsumen Indonesia ternyata harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli gula. Harga gula di Tanah Air selama 2019-2020 tercatat 28,1 persen lebih mahal dibandingkan dengan harga global.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan disparitas harga yang lebih dalam bahkan terjadi pada 2020. Pada tahun ini, harga eceran gula di pasar domestik 29,7 persen lebih tinggi dibandingkan harga internasional.
“Artinya konsumen domestik harus membayar gula lebih mahal 28,1 persen dibandingkan dengan harga yang dinikmati masyarakat umum di level global,” kata Didi dalam National Sugar Summit, Selasa (24/11/2020).
Lebih tingginya harga gula domestik ini disebabkan oleh sejumlah hal. Didi mengatakan salah satu penyebabnya adalah besarnya biaya pokok produksi (BPP) yang dikeluarkan petani untuk setiap kilogram gula yang dihasilkan.
Rata-rata BPP yang dikeluarkan petani pada 2020 disebut Didi mencapai Rp9.857 per kilogramnya. Angka ini naik dibandingkan dengan rata-rata BPP pada 2019 senilai Rp9.554 per kilogram, padahal rata-rata BPP gula di tingkat global berkisar di angka Rp5.465 per kilogramnya.
Produktivitas gula yang dihasilkan di Indonesia pun menjadi penyebab lainnya. Didi menyebutkan produktivitas gula nasional hanya berkisar di angka 5 ton per hektare per tahun. Sementara di negara produsen lain seperti India dan Thailand, rata-rata produktivitas mencapai 9 ton per ha per tahun.
Baca Juga
Di sisi lain, sewa lahan yang masih tinggi juga menyebabkan tingginya harga gula domestik. Terutama di Pulau Jawa yang selama ini menjadi penyumbang produksi terbesar.
“Sewa lahan memberikan kontribusi sekitar 30 sampai 40 persen terhadap komponen BPP gula,” terang Didi.
Didi juga mengatakan bahwa kualitas gula dari luar negeri cenderung lebih baik karena tingkat rendemennya yang mencapai 9 persen. Sebaliknya, rendemen di Indonesia masih berada di kisaran 6,8 sampai 7 persen.
Rendemen gula nasional pun cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi salah satu pemicu stagnasi produksi gula.
Pasokan gula dari dalam negeri, lanjut Didi, belum bisa memenuhi kebutuhan nasional. Kementerian Perdagangan memperkirakan konsumsi rumah tangga mencapai 2,9 juta ton pada 2020, tetapi produksi hanya di angka 2,5 juta ton menurut perkiraan awal.
Oleh karena itu, dia berharap produksi gula nasional dapat terus meningkat sehingga ketergantungan pada pasokan impor dapat berkurang.