Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Politisasi Tarif Cukai Rokok. Siapa Untung, Siapa Buntung

Gaduh kenaikan tarif cukai rokok. Pemerintah tampaknya berada di posisi yang sulit. Banyak dampak dari kenaikan cukai rokok yang harus diperhatikan betul. Berikut ini analisa Bisnis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menghadiri peluncuran hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (18/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menghadiri peluncuran hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (18/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tak kunjung mengumumkan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2021.

Sejauh ini informasi yang beredar kisaran kenaikan tarif cukai berada di angka 13 persen, 15 persen, 17 persen hingga 19 persen. Namun demikian, angka tersebut bisa saja berubah, karena keputusan kenaikan cukai rokok tak hanya menyangkut aspek fiskal saja.

Ada kepentingan industri, ketenagakerjaan, kesehatan, pertanian, bahkan politik di sana. Khusus yang paling bontot, ini tidak bisa dilepaskan dari kontestasi politik yang berlangsung pada 2019 lalu.

Publik masih ingat betul, kebijakan pemerintah yang tak menaikkan tarif cukai rokok pada 2019 diindikasikan sebagai salah satu strategi untuk mendulang suara di kantong industri rokok dan petani tembakau. Indikasi itu makin nampak karena pemerintah tak memberi alasan tegas soal kebijakan tersebut.

"Kami memutuskan tidak ada perubahan tarif cukai," demikian kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati awal November 2018.

Meski tak menjelaskan secara gamblang alasan di balik keputusan tersebut, nyatanya sulit untuk tidak mengaitkan keputusan itu dengan tarung klasik politik 2019. Petahana waktu itu tentu sudah berhitung, suara di kantong-kantong industri dan pertanian tembakau sangat potensial.

Kalau bicara Jawa, misalnya, ada beberapa kantong industri tembakau yang memiliki nilai elektoral cukup besar. Di Jawa Tengah ada daerah Temanggung, Kendal, Boyolali, Kudus, dan Wonosobo. Lima daerah itu merupakan kantong pertanian dan industri tembakau.

Sementara di Jawa Timur, ada Surabaya, Malang, Pasuruan, Sidoarjo, Besuki, hingga Jember yang merupakan sentra industri tembakau. Jumlah penduduknya bukan lagi ratusan ribu tapi jutaan orang. Itu artinya potensi suara untuk kontestasi politik cukup banyak.

Singkat cerita, hajatan politik 2019 usai. Petahana menang. Babak baru pemerintahan dimulai. Menteri berganti dan beberapa pejabat diganti. Tapi pergantian pejabat tersebut rupanya tak mengubah cara pandang pemerintah pada petani tembakau.

Ibarat pepatah habis manis sepah dibuang, setelah petani tembakau memberikan suaranya pada tahun 2019, hal ini dibuktikan dengan kemenangan Joko Widodo telak misalnya di Temanggung dan Kudus, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok 2020 dengan rata-rata tertimbang sebesar 23 persen.

Alasan pemerintah waktu itu, kenaikan tarif cukai rokok yang lebih dua kali lipat tersebut dilakukan karena tahun 2019 pemerintah sama sekali tak menaikkan tarif cukai rokok. "Jadi dirapel," kata beberapa pejabat Kementerian Keuangan.

Sontak, kabar ini tentu mengagetkan banyak pihak. Termasuk para petani tembakau. Protes dilakukan, tetapi tetap saja tak mampu mengubah keputusan pemerintah tersebut.

Lalu bagaimana dengan nasib tarif CHT 2021?

Yang jelas informasi dari berbagai saluran resmi mengonfirmasi bahwa ada kenaikan tarif pada tahun ini. Hanya saja, soal berapa kenaikannya, sejauh ini informasi yang beredar ada di angka yang sudah disebutkan di awal tulisan ini dibuat.

Pemerintah sendiri terkesan mengulur-ngulur waktu untuk mengumumkan kenaikan cukai rokok 2021. Padahal berbagai pertemuan sudah dilakukan mulai dari rapat di istana negara, Kemenko Perekonomian, maupun di internal Kementerian Keuangan.

Maklum tahun ini, bukan hanya penurunan konsumsi alamiah saja yang dihadapi oleh industri rokok, tetapi pandemi juga ikut mengancam kelangsungan industri tersebut.

Hasil survei yang dikeluarkan Bea Cukai pada 10 Agustus 2020 menunjukkan produksi rokok golongan 1 selama semester I/2020 mencapai 103,6 miliar batang atau anjlok 15,7 persen dibandingkan semester 1/2019 sebanyak 122,9 miliar batang.

Kendati demikian, golongan II dan golongan III yang produksinya masing-masing 30,1 miliar batang dan 13 miliar batang masih bisa tumbuh di angka 7,1 persen dan 51 persen.

Dilihat dari sisi jenis IHT - nya, sigaret kretek mesin (SKM) yang kontribusinya ke produksi rokok lebih dari 73 persen atau 107,3 miliar batang  tercatat terkontraksi hingga 12,1 persen.  Satu-satunya jenis rokok yang mengalami kenaikan adalah sigaret kretek tangan yakni 12,9 persen.

Dengan kondisi pandemi yang masih berlanjut, tentu kebijakan yang tak berimbang akan menenggelamkan nasib industri dan petani tembakau.

Menkeu Sri Mulyani Rabu (18/11/2020) kemarin menyampaikan bahwa ada banyak pertimbangan bagi pemerintah dalam merancang kebijakan cukai hasil tembakau.

Dia mengatakan pemerintah membuat desain kebijakan yang menyebabkan prevalensi perokok bisa turun, tapi ini bukan satu-satunya dimensi karena di sana mulai dari dimensi tenaga kerja hingga masalah rokok ilegal.

Menarik mencermati pernyataan Sri Mulyani soal rokok ilegal ini. Dia menyebut bahwa jika harga rokok tinggi, dikhawatirkan rokok ilegal akan semakin menjamur. "Jadi kami akan seimbangkan, kami akan keluarkan pada waktunya," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper