Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Investasi Sektor Energi Terbarukan di Indonesia Masih Lambat

Untuk mencapai target bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025, diperlukan investasi US$125 miliar.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Tren investasi dan pasar energi terbarukan di dunia menunjukkan pertumbuhan progresif dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun, tren positif ini, tidak terjadi di Indonesia.    

Senior Analyst Climate Policy Initiative Muhammad Ery Wijaya mengatakan bahwa pertumbuhan pembangunan pembangkit energi terbarukan (ET) di Indonesia terbilang cukup lambat.  Sepanjang 2015 hingga 2019, kapasitas terpasang pembangkit ET bertambah kurang dari 2 gigawatt (GW).

Kalau dilihat pergerakannya dari tahun ke tahun sejak peluncuran, pertumbuhannya masih sangat lambat.

“Kalau lihat sampai April 2020, bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional angkanya baru 9,35 persen, padahal kita punya waktu 5 tahun lagi untuk capai 23 persen," ujar Ery dalam sebuah webinar, Selasa (17/11/2020).

Menurutnya, untuk mencapai target bauran ET tersebut diperlukan partisipasi sektor swasta mengingat kebutuhan investasi untuk memenuhi target tersebut hingga 2025 diperkirakan mencapai US$125 miliar.  Namun, investasi swasta di sektor ET masih jauh dari memadai.

Berdasarkan studi Climate Policy Initiative, sepanjang 2015—2018 hampir 56 persen dari portofolio investasi swasta Indonesia di sektor hijau ditujukan pada ET.  Hanya saja, secara angka besarannya mencapai US$9,4 miliar, jumlah yang terbilang kecil bila dibandingkan dengan investasi di sektor infrastruktur, transportasi, dan lainnya.  

Angka tersebut juga masih tertinggal jauh dari investasi ET di dunia yang mencapai US$322 miliar pada 2018.  

Ery menuturkan bahwa investasi ET di dunia setiap tahunnya mengalami kenaikan, tetapi cenderung konstan.

Hal ini menunjukkan bahwa investasi ET yang dilakukan telah mendorong pasar dan membuat rantai pasok teknologi ET semakin kompetitif.

"Di global angka sangat progresif, dari harga teknologi semakin turun, hingga perkembangan market.  Ini tidak terjadi di Indonesia," katanya.

Menurut Ery, setidaknya ada lima hambatan yang membuat investasi ET di Indonesia tidak melaju.  Kelima hambatan tersebut adalah profil risiko pengembalian proyek energi terbarukan yang tidak menarik, kebutuhan modal yang tinggi, terbatasnya produk finansial yang sesuai karakteristik proyek ET, skala proyek ET yang ditawarkan tidak cukup menarik karena mayoritas berskala kecil, sera lembaga keuangan lokal yang tertarik pada sektor ET juga masih minim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper