Bisnis.com, JAKARTA - Pengeluaran konsumen muslim dunia untuk makanan dan minuman halal, pariwisata ramah muslim, halal lifestyle, serta farmasi halal diproyeksikan mencapai US$3,2 triliun pada 2024.
Dengan data ini, Indonesia harus bisa memanfaatkan potensi yang ada sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan Indonesia harus dapat memanfaatkan potensi pasar halal dunia dengan meningkatkan ekspor yang saat ini baru berkisar 3,8 persen dari total pasar halal dunia.
"Kita perlu bersungguh-sungguh untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen dan eksportir produk halal terbesar di dunia. Diharapkan kita dapat mengambil manfaat atas pulihnya ekonomi menuju kenormalan baru,” katanya dalam siaran pers pada Sabtu (14/11/2020).
Dia menekankan perlu langkah-langkah strategis untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor produk halal terbesar di dunia.
Pertama adalah dengan memperkuat riset bahan dan material halal untuk industri serta melaksanakan subtitusi atas bahan non halal material industri impor dengan bahan material halal industri dari dalam negeri.
Baca Juga
Fungsi riset halal science dari para peneliti Indonesia harus dipacu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan industri produk halal.
"Penelitian yang ada tidak hanya berfokus pada pendeteksian material non halal sebagai penunjang proses sertifikasi namun juga harus berfokus pada mencari material pengganti atau subtitusi dari material non halal yang saat ini banyak menjadikan ketergantungan industri untuk menghasilkan produk yang berkualitas,” terangnya.
Kedua adalah dengan membangun Kawasan Industri Halal (KIH). Kawasan ini harus merupakan bagian dari ekosistem industri halal nasional dan global. Di sisi lain, lanjutnya, diperlukan juga insentif serta regulasi pendukung yang mendorong terciptanya KIH yang harmonis dan terpadu.
Sedangkan langkah strategis ketiga adalah pembangunan Sistem Informasi Manajemen Perdagangan Produk Halal termasuk di dalamnya memuat sertifikasi kehalalan dari produk tersebut.
Saat ini, ujarnya, data-data produksi maupun nilai perdagangan produk halal Indonesia belum terefleksi dengan jelas dalam sistem informasi manajemen yang terintegrasi.
“Hal ini penting agar statistik data perdagangan produk halal Indonesia serta penganggaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam mendukung pengembangan industri produk halal dapat dilakukan dengan lebih mudah dan termonitor dengan baik,” katanya.
Jadi, ketersediaan sistem jaminan produk halal harus meliputi proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan pergudangan (halal port), pengangkutan, baik laut, darat dan udara, dan jaringan pemasaran yang mengikuti standar sistem jaminan halal.
Keempat adalah meningkatkan kapasitas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar dapat mendukung Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia. Dia memandang pelaku usaha syariah skala mikro dan kecil perlu didorong agar menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global (Global Halal Value Chain) untuk memacu pertumbuhan usaha dan peningkatan ketahanan ekonomi umat.
“Oleh karena itu, perlu dibangun pusat-pusat inkubasi usaha halal di berbagai daerah sebagai pusat pembinaan dan penyemaian. Selain itu, perlu pula dibangun pusat-pusat bisnis syariah (Sharia Business Center) yang didukung oleh infrastruktur digital sebagai sarana interaksi dan transaksi antar pelaku bisnis syariah,” imbuhnya.