Bisnis.com, JAKARTA — Peluang pertumbuhan industri unggas ke depan dinilai masih cukup prospektif mengingat pengembangan di dalam negeri sudah menyeluruh dari hilir hingga hulu. Sayangnya, sejumlah persoalan klasik, seperti biaya produksi hingga pasokan berlebih masih membayangi.
Akademisi IPB Rachmat Pambudy membandingkan industri unggas ini dengan sawit yang meski kompleks tetapi memiliki keunggulan. Sayangnya, tidak seperti sawit dalam pertenakan unggas konten lokalnya masih rendah.
"Banyak komponen produksi dalam unggas ini yang masih impor tetapi masih menarik bagi industri lain dan menjadi unggulan. Seperti pada penyerapan produksi jagung saat ini masih tercatat untuk pakan pertenakan," katanya dalam webinar, Rabu (11/11/2020).
Rachmat mengemukakan saat ini omset industri perunggasan nasional telah mencapai omset Rp500 triliun dengan penyerapan sekitar 13 juta tenaga kerja. Industri ini juga berhasil memberikan efek domino serta pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Artinya, dalam peningkatan keberlangsungan industri saat ini diperlukan tata ulang yang pada akhirnya tidak hanya menjadikan industri yang unggul secara komperatif tetapi juga menhasilkan daya saing yang tinggi.
Rachmat menilai, di dunia industri perunggasan juga tengah ditata ulang. Seperti di negara miskin, Bill Gates bahkan membuat program pemberdayaan. Sementara di negara berkembang unggas tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.
Baca Juga
"Jadi saatnya menata ulang industri unggas kita agar lebih berdaya saing. Saat ini juga adanya urgensi protein hewani di mana 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting yang bisa diatasi kalau konsumsi ayam dan telur dinaikkan," ujar Rachmat.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah mengaku masih berupaya merumuskan kebijakan yang tepat guna menata ulang industri perunggasan dalam negeri. Pasalnya, ada benang kusut yang sudah bertahun-tahun menyelimuti di industri perunggasan ini.
"Jadi memang harus membuat langkah yang tepat karena kita sudah tidak tahu lagi di mana benang kusutnya. Sehingga dalam menata ini memang dibutuhkan dukungan teman pakar untuk dipilah apakah persoalan ada di market, produksi, biaya produksi, HPP, atau di rantai pasarnya," kata Nasrullah.
Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan ada enam langkah perbaikan industri unggas yang bisa dilakukan saat ini.
Pertama, perlunya kebijakan akan penyediaan data secara real time yang berbasis per masing-masing pelaku industri perunggasan.
Kedua, pengaturan kembali peran masing-masing stakeholders dalam sinergitas keseimbangan supply dan demand ayam.
Ketiga, peningkatan efektivitas kebijakan dan efisiensi pakan dalam penyediaan pakan yang Berkelanjutan sesuai kebutuhan.
Keempat, formulasi kembali kebutuhan supply dan demand untuk setiap rantai nilai produk-produk perunggasan berbasis data yang clear dan clean, terutama importasi GPS.
Kelima, mendorong modernisasi industri perunggasan nasional dengan menatanya ke arah modern supply chain.
Keenam, mendorong terbitnya road map atau peta jalan industri perunggasan yang lebih kompetitif.