Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Bikin Ketar-ketir, Industri Keramik Minta Perlindungan Produk

Industri keramik meminta sejumlah kebijakan untuk melindungi produk dalam negeri di tengah peningkatan produk impor per kuartal III/2020
Konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile. /BISNIS
Konsumen melihat produk terbaru dari PT Granitoguna Building Ceramics, brand ArTile. /BISNIS

Bisnis.com, JAKARTA — Industri keramik meminta sejumlah kebijakan untuk melindungi produk dalam negeri di tengah peningkatan produk impor per kuartal III/2020

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan safeguard untuk keramik impor China, India, dan Vietnam tahun ini merupakan tahun ketiga dan tahun terakhir.

Untuk itu, Asaki telah mengajukan kembali perpanjangan safeguard term yang kedua. Menurut Edy safeguard dengan besaran bea masuk 23 persen, 21 persen, dan 19 persen manfaatnya tidakk terlalu optimal untuk menghambat laju angka impor.

"Pada 2018 angka impor tahunan tetap bertumbuh 19 persen dan 2019 hanya turun sedikit yaitu 9 persen. Sementara pada periode Januari-September 2020 juga masih bertumbuh 1,5 persen," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/11/2020).

Atas kinerja impor tersebut, Asaki pun meminta perhatian dan dukungan pemerintah dalam tiga poin kebijakan.

Pertama, perpanjangan safeguard term kedua dengan besaran bea masuk yang lebih besar atau safeguard plus penetapan minimum import price.

Kedua, penetapan pelabuhan impor tertentu atau terbatas untuk produk keramik.

Ketiga, pengetatan persyaratan SNI impor.

Edy mengatakan angka impor sampai dengan semester I/2020 masih negatif atau mengalami penurunan vol impor 2 persen. Angka impor meningkat kembali sejak Juli dan puncaknya pada September lalu sebesar 8,9 juta m2.

"Angka impor September merupakan level tertinggi sejak penerapan safeguard Oktober 2018," ujar Edy.

Angka impor tersebut diperkirakan akan semakin meningkat terlebih mulai Oktober 2020 akibat besaran bea masuk import menurun kembali dari 21 persen ke angka 19 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper