Bisnis.com, JAKARTA - Ketidakpastian akibat pandemi Covid - 19 masih membayangi upaya pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi pada tahun depan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, berdasarkan postur APBN 2021, defisit fiskal diperkirakan berada di angka 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau di bawah proyeksi tahun ini yaitu 6,34 persen dari PDB.
Menurut Suahasil dengan angka defisit 5,7 persen itu maka selain mendorong kinerja ekonomi yang sudah existing, konsentrasi pemerintah juga tertuju pada upaya untuk mereformasi struktur perekonomian.
"Ketidakpastian masih tetap ada karena itu APBN harus tetap antisipatif dan fleksibel dan kedua yang enggak boleh hilang juga adalah reformasi di dalam periode kita menangani Covid-19," kata Suahasil, Kamis (5/11/2020).
Suahasil memaparkan bahwa reformasi sangat dibutuhkan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi. Dengan kondisi ekonomi yang stabil, kedepan proses reformasi tersebut juga dapat menjaga stabilitas pembangunan fiskal jangka menengah dan jangka panjang.
Sebagai langkah lanjutan, kebijakan fiskal tahun 2021 disusun untuk sangat antisipatif dengan fleksibilitas yang tercermin dari penetapan defisit APBN di angka 5,7 persen. Program pemulihan ekonomi nasional (PEN) terus dialanjutkan untuk mendorong pemulihan, reformasi dan transformasi struktural.
Baca Juga
Sementara, untuk mendukung transformasi dan efisiensi birokrasi, pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk teknologi informasi yang nilainya mencapai Rp29,6 triliun.
Selain itu, pemerintah juga tengah mendorong reformasi struktural melalui kebijakan penciptaan lapangan kerja yang telah diakomodir oleh Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan Presiden Joko Widodo.
"UU ini menjaga keseimbangan antara kebutuhan perluasan lapangan kerja dengan perlindungan pekerjanya. Kalau kita mengundang investasi masuk, kita juga memastikan bahwa pekerja-pekerja dari sektor informal nanti akan bisa masuk ke dalam sektor formal," tukasnya