Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga riset regional, Asean+3 Macroeconomic Reasearch Office (AMRO), memperkirakan ekonomi Indonesia akan terkontraksi -1,7 persen pada 2020.
Lead Economist AMRO Sumio Ishikawa mengatakan tingkat kontraksi ekonomi di Indonesia tersebut lebih moderat jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean.
Dia menilai perekonomian Indonesia masih tetap tangguh di tengah pandemi Covid-19, sejalan dengan respon pemerintah yang cepat, termasuk dorongan stimulus yang besar untuk rumah tangga, dunia usaha, hingga sektor keuangan yang terdampak pandemi.
"Perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami kontraksi 1,7 persen pada 2020 karena langkah-langkah pembatasan mobilitas untuk menahan infeksi Covid-19 telah menekan aktivitas ekonomi domestik. Meskipun demikian, tingkat kontraksi lebih moderat dibandingkan dengan negara lain di kawasan," kata Ishikawa, Kamis (29/10/2020).
Di samping itu, Ishikawa juga menilai sinergi kebijakan pemerintah berjalan supportif, sejalan perkembangan produksi vaksin Covid-19 yang diharapkan bisa mendorong pemulihan ekonomi pada 2020.
Dengan demikian, Ishikawa memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa meningkat tinggi pada 2021, yaitu pada kisaran 5,1 persen. Hal ini pun didukung dengan beberapa indikator ekonomi yang mulai pulih seara bertahap dan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Baca Juga
Beberapa indikator juga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah di antaranya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang diproyeksi akan menyempit, berlanjutnya aliran masuk modal, dan tingkat inflasi yang rendah.
Faktor eksternal juga dinilai cukup kuat, tercermin dari cadangan devisa yang mencapai US$135,2 miliar pada September 2020. Stabiltas sistem keunagn pun masih tetap solid sejalan dengan dengan rasio kecukupan modal yang kuat dan kredit bermasalah yang terkendali.
Ishikawa berpendapat, disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja akan memiliki dampak yang positif. Menurutnya, UU sapu jagat ini merupakan terobosan dalam perbaikan iklim investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah masih perlu mempercepat realisasi stimulus fiskal sehingga bisa efektif mendukung pemulihan ekonomi ke depan.
Pelonggaran restrukturisasi kredit menurutnya masih perlu dilanjutkan untuk mengurangi risiko gagal bayar, baik dari sisi rumah tangga dan dunia usaha. Selain itu, sinergi kebijakan yang kuat dan komunikasi yang efektif dengan pasar juga merupakan hal yang penting.