Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Alas Kaki Berharap Berkah Libur Panjang

Industri alas kaki menaruh harapan besar pada momentum libur panjang pekan ini dan Desember mendatang untuk dapat mendorong konsumsi yang sudah lemah akibat pandemi Covid-19.
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam
Pengrajin menyelesaikan pembuatan alas sepatu di Jakarta, Jumat (17/1). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Industri alas kaki menaruh harapan besar pada  momentum libur panjang pekan ini dan Desember mendatang untuk dapat mendorong konsumsi yang sudah lemah akibat pandemi Covid-19.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan meski demikian pihaknya belum dapat memproyeksi akan sejauh apa kenaikannya. Pada kondisi normal periode Natal dan tahun baru, kenaikannya dapat mencapai 70 persen dari bulan-bulan biasanya.

"Untuk utilisasi sudah lebih baik dari April tetapi belum optimal, sedangkan Hippindo bilang akan ada PHK di ritel. Artinya libur pasti menggerakkan belanja tetapi belum normal," katanya kepada Bisnis, Selasa (27/10/2020).

Dari sisi ekspor, Firman mengemukakan pihaknya optimistis akan ditutup positif tahun ini meski jauh dari target awal tahun yang dipasang di rentang 10-12 persen.

Ketua Pengembangan Sport Shoes & Hubungan Luar Negeri Aprisindo Budiarto Tjandra mengatakan secara year-to-date atau periode Januari-Agustus ekspor sepatu tumbuh 8 persen. Namun, kuartal IV/2020 yang biasanya menjadi puncak order saat ini tidak bisa diharapkan.

"Kami proyeksi sampai akhir tahun ekspor hanya akan tumbuh 5-8 persen karena biasanya kuartal IV naik tetapi tahun ini tidak akan strong," katanya.

Secara global, federasi industri sepatu dunia juga memprediksi permintaan akan sepatu tahun ini akan turun hingga 20 persen. Pasalnya, di sisa tahun yang hanya kurang dari tiga bulan ini pelaku industri memang sudah tidak bisa berbuat banyak.

Adapun pada 2018 ekspor sepatu sebesar US$5,1 miliar tetapi pada 2019 hanya di US$4,4 miliar. Faktor utama penurunan yang signifikan ini adalah daya saing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper