Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM memperpanjang izin opersional Lembaga Manajemen Kolektif kepada Anugerah Royalti Musik Indonesia.
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Permohonan Dan Penerbitan Izin Operasional Serta Evaluasi LMK menyatakan bahwa izin operasional LMK ini berlaku selama tiga tahun sejak tanggal diberikan dan dapat diperpanjang.
Plt. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Dede Mia Yusanti mengatakan LMK merupakan institusi badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
“Dalam hal ini LMK menjalankan perannya dalam memberikan pelindungan Hukum bagi para pencipta musik serta pihak terkait,” ucapnya, Sabtu (24/10/2020).
LMK Amindo merupakan salah satu dari delapan LMK yang melakukan penadatanganan Deklarasi Bali, 26 April 2019 sebagai bentuk kesepakatan bersama yang menyatakan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menjadi satu-satunya badan yang berwenang menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari pengguna yang bersifat komersial.
Mengingat sebelumnya, masing-masing LMK ini melakukan penarikan royalti kepada pengguna lagu yang menimbulkan kebingungan dari para stakeholder yang merasa tidak adanya kejelasan dalam penarikan royalti lagu.
Baca Juga
Ketua Armindo Asmuni Abduh mengatakan bahwa LMK yang tidak dapat izin operasional untuk menarik royalti yang ditunjuk oleh LMKN, berarti LMK tersebut mempunyai tugas untuk mendata dan mensosialisasikan terkait pembayaran royalti ke tempat-tempat yang menggunakan lagu.
“Armindo tidak bisa meng-collect, tapi kita lakukan adalah mendata dan mensosialisasikan ke tempat-tempat karaoke dan tempat lainnya,” ujar Asmuni Abduh.
Platform Digital
Di sisi lain, pesatnya perkembangan teknologi telah menciptakan sebuah platform musik digital sebagai wadah baru untuk berkreasi di dunia permusikan. Hal ini menimbulkan masalah baru dalam penarikan royalti.
Untuk menyiasati persoalan tersebut, pemerintah dalam hal ini DJKI Kemenkumham akan membuat aturan yang dibentuk dalam Peraturan Pemerintah (PP). Saat ini, Rancangan PP terkait royalti dan pemegang hak terkait itu sedang digodok.
“Selama ini belum ada aturan yang mengatur hal itu, tentunya ini sangat merugikan pemilik hak cipta seperti pencipta lagu, produser maupun Lembaga Manajemen Kolektif,” ujar Dede Mia Yusanti.
Dede mengatakan bahwa pihaknya sedang berupaya membangun sebuah data center musik Indonesia. Data center ini nantinya berfungsi sebagai dasar kepemilikan dan menjadi dasar penarikan royalti dari penyedia platform musik digital.
“Dirjen KI sangat aware dengan persoalan ini. Royalti yang bisa kita dapatkan akan luar biasa jika kita bisa menarik royalti dari misalnya Youtube atau Spotify dan lainnya,” ungkapnya.
Ketua LMKN, Yurod Saleh menyatakan sangat mendukung langkah pemerintah ini. Menurutnya, langkah ini akan menggairahkan bisnis di bidang kreatif dan entertainment. Karena selama ini belum ada aturan yang melindungi pemilik hak cipta di dunia digital.
“Di samping prosentase pembagian hak-hak dari masing-masing stakeholder, PP tersebut nantinya harus lebih punya taring agar bisa menjadi dasar penertiban pemanfaatan sebuah hak cipta,” harapnya.