Bisnis.com, JAKARTA — Porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional masih jauh dari target 23 persen pada 2025.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) saat ini baru mencapai 9,15 persen. Porsi EBT tersebut terdiri atas 75 persen pembangkit listrik dan 25 persen dari bahan bakar yang digunakan untuk transportasi.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan bahwa untuk mencapai target 23 persen, dari sisi pembangkit dibutuhkan minimal 19.000 megawatt (MW) kapasitas terpasang pembangkit EBT.
"Untuk sektor pembangkit saat ini sudah ada 10.400 MW. Menuju 23 persen, pada 2025 harus memiliki tidak kurang dari 19.000 MW. Jadi perlu 9.000 MW lagi tambahannya," ujar Harris dalam konferensi pers EBTKE Conex 2020, Jumat (9/10/2020).
Hanya saja, tren penambahan pembangkit EBT rata-rata hanya sebesar 500 MW per tahun. Hingga 2025, diperkirakan penambahan EBT hanya sebesar 2.500 MW.
Harris menuturkan bahwa PT PLN (Persero) tengah merencanangkan penambahan pembangkit EBT sekitar 5.500 MW hingga 2024. Namun, penambahan ini juga belum cukup untuk mencapai target 23 persen.
Baca Juga
Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan berbagai program akselerasi EBT, salah satunya melalui program renewable energy based industry (Rebid).
"Rebid melibatkan sektor swasta untuk sediakan listrik mulai dari sisi suplai sampai demand-nya yang memang padat energi. Dalam hal demand lebih banyak ke industri, seperti yang kami tuju di Kalimantan Utara," kata Harris.
Adapun, peningkatan bauran EBT dari sisi bahan bakar untuk transportasi, pemerintah kini mencanangkan program mandatori B30 yang akan ditingkatkan menjadi B40.
"Apakah bisa capai 23 persen? Kami upayakan semaksimal mungkin," kata Harris.