Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Next Policy : UU Cipta Kerja Rentan Berumur Pendek

Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang didamba kalangan industri untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja menjadi polemik. Gaduh pengesahan dinilai berpotensi membuat UU anyar tersebut tidak dapat bertahan lama.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM se Sumatera Selatan berdemo di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Rabu (7/10/2020). Mereka menuntut pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR, karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM se Sumatera Selatan berdemo di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Rabu (7/10/2020). Mereka menuntut pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR, karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang didamba kalangan industri untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja menjadi polemik. Gaduh pengesahan dinilai berpotensi membuat UU anyar tersebut tidak dapat bertahan lama.

Lembaga think-tank kebijakan publik nasional independen, Next Policy, menyatakan pengesahan UU Cipta Kerja terlalu cepat mengingat dimensinya yang cukup luas. Adapun, beleid dengan dimensi yang sama butuh waktu sekitar 4 tahun untuk disahkan di Jerman.

"Time frame pembahasan UU di DPR rata-rata setahun lebih, ini baru 6 bulan. Artinya, sangat cepat. Ruang [diskusinya] terbuka lebar. Dan, kalau ini [tujuannya] membuka investasi [dengan] segera, pengalaman Jerman tidak bisa segera," kata Direktur Eksekutif Next Policy dan juga Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal kepada Bisnis, Rabu (7/10/2020).

Adapun, kebijakan yang dimaksud Fithra adalah UU Reformasi Ketenagakerjaan di Jerman yang memakan waktu pembahasan 2002-2007 dan melewati 4 kanselir. Setelah UU tersebut terpenuhi, Fithra mencatat serapan ketenagakerjaan justru negatif selama beberapa tahun.

Fithra menila pengesahan UU ini tidak mencapai konsensus semua pihak, seperti aktivis lingkungan, aktivis HAM, investor yang peduli dengan lingkungan, akademisi, dan tenaga kerja. Menurutnya, kurangnya konsensus dari tenaga kerja pada akhirnya malah merusak iklim investasi dan membuat investor urung.

Fithra menilai langkah pemerintah keliru jika ingin menaikkan nilai investasi dengan mempercepat pengesahan UU Cipta Kerja. Pasalnya, ujar Fithra, dampak positif dari UU Cipta Kerja baru akan terlihat pada jangka menengah dan panjang.

Menurutnya, langkah yang seharusnya diambil pemerintah untuk menggaet investasi dalam jangka pendek adalah percepatan penanganan penyebaran Covid-19. Fithra mencatat hal tersebut terbukti berhasil di Vietnam.

"Jadi, kalau mau disahkan sekarang atau akhir tahun tidak banyak perbedaan, karena investor lebih mementingkan faktor Covid-19 daripada UU Cipta Kerja," ucapnya.

Walakin, Fithra mendukung pengesahan UU Cipta kerja lantaran pihaknya telah mendorong reformasi ketenagakerjaan sejak 2012. Menurutnya, pengesahan UU Cipta Kerja dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang selama ini mejadi perhatian investor asing.

Menurunnya, investor asing kerap enggan menanamkan dananya di dalam negeri karena penambahan upah per tahun yang tidak sejalan dengan produktivitas. "Produktivitas kita salah satu yang terendah di Asia Tenggara."

Fithra menila UU Cipta Kerja akan memiliki dampak positif dalam jangka panjang lantaran kana memperluas kesempatan kerja sektor formal. Fithra mencatat saat ini tenaga kerja di dalam negeri mayoritas masih masuk ke sektor informal yang cenderung memiliki hak ketenagakerjaan yang rentan.

"Meskipun pesangon dikurangi dari 32 jadi 25 kali lipat gaji, tapi ada jaminan kehilangan pekerjaan. Masalahnya di komunikasi. Banyak yang merasa ini [UU Cipta Kerja] buruk karena tidak ada partisipasi publik yang baik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper