Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Pendapat Luhut & Ekonom soal Potensi Relokasi Pabrik usai Deal Tarif Dagang RI-AS

Luhut Binsar Pandjaitan dan ekonom mengenai pandangan berbeda mengenai potensi relokasi industri ke Indonesia akibat kesepakatan dagang terbaru antara RI-AS.
Aktivitas salah satu pabrik di China./Bloomberg-Qilai Shen
Aktivitas salah satu pabrik di China./Bloomberg-Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan melihat potensi relokasi industri ke Indonesia akibat kesepakatan dagang terbaru antara RI-AS. Hanya saja, para ekonom punya pendapat berbeda.

Adapun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa AS dan Indonesia sudah mencapai kesepakatan dagang pada Selasa (15/7/2025) waktu setempat. AS menurunkan tarif impor barang asal Indonesia dari 32% ke 19%, sementara barang ekspor AS ke Indonesia tidak dikenai tarif atau 0%.

Luhut mengungkapkan pihaknya telah melakukan simulasi ekonomi dengan dua skenario utama: tarif 32% dan tarif 19%. Kedua skenario ini dianalisis untuk mengukur dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, investasi, tenaga kerja, dan kesejahteraan masyarakat.

Hasilnya, skenario kedua memberikan dampak ekonomi yang jauh lebih positif: produk domestik bruto (PDB) diprediksi naik sebesar 0,5%, penyerapan tenaga kerja tumbuh 1,3%, sementara kesejahteraan masyarakat meningkat sebesar 0,6%.

Simulasi memperkirakan lonjakan investasi hingga 1,6%, yang menunjukkan potensi relokasi industri global ke Indonesia, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, serta perikanan.

“Indonesia menjadi negara dengan tambahan tarif AS paling rendah dibandingkan negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan juga di antara negara Asean lainnya. Ini tentunya memberikan kesempatan yang besar bagi Indonesia,” ujar Luhut dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).

Menurut purnawirawan perwira TNI itu, penurunan tarif ini membuka peluang bagi industri padat karya di Indonesia seperti tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta furnitur untuk memperluas akses pasar di AS.

Sejalan dengan itu, sambungnya, kebijakan ini juga berpotensi menarik minat investor asing untuk merelokasi industrinya ke Indonesia, demi memanfaatkan keunggulan tarif dalam mengakses pasar AS. 

Klausul Anti-Transshipment Jadi Penghambat

Meski Dewan Ekonomi Nasional melihat penurunan tarif itu mendorong investor merelokasikan pabriknya ke Indonesia, sejumlah ekonom memiliki pandangan sebaliknya. Alasannya, karena ada klausul anti-transshipment atau pengalihan barang dari negara ketiga dalam kesepakatan dagang RI-AS.

Dalam kesepakatan yang diumumkan Trump, disampaikan jika terdapat barang transshipment dari negara dengan tarif yang lebih tinggi maka tarif negara asal tersebut akan ditambahkan ke tarif yang dibayar oleh Indonesia.

Misalnya, AS menetapkan tarif impor sebesar 30% atas barang asal China. Jika barang China melakukan transshipment lewat Indonesia sebelum masuk ke pasar AS maka tarif impor yang dibayar sebesar 49% (19% tarif Indonesia ditambah 30% tarif China).

Peneliti senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menjelaskan sebelum adanya isu transshipment, ada harapan besar investasi asing langsung akan mengalir ke Indonesia.

Alasannya, AS menetapkan tarif impor tinggi ke China. Barang-barang yang diproduksi di China pun terancam tidak kompetitif lagi di AS karena harganya meningkat tajam, sejalan dengan kenaikan tarif impor.

Akibatnya, muncul potensi relokasi pabrik-pabrik dari China ke negara lain yang tarif impornya ke AS lebih rendah agar harga barang-barangnya bisa tetap kompetitif di Negeri Paman Sam. Realokasi pabrik-pabrik China itu sempat terjadi dalam masa pemerintahan pertama Trump (2017—2021).

Hanya saja, Deni mengungkapkan klausul transshipment dalam kesepakatan dagang RI-AS membuat harapan relokasi pabrik-pabrik dari China menjadi tidak relevan. Bagaimanapun, pabrik China yang merealokasikan pabriknya ke Indonesia akan tetap terancam kena tarif tinggi 49% apabila ingin ekspornya produknya ke AS karena bisa dianggap sebagai barang transshipment.

"Kalau ancaman [tarif barang transshipment] itu nyata kan artinya enggak akan juga [pabrik-pabrik China] ke Indonesia gitu. Jadi, harapan bisa datang investment ke Indonesia itu enggak ada," ujar Deni kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

Lebih dari itu, sambungnya, Vietnam mendapatkan kesepakatan dagang yang lebih baik dengan AS terutama dalam klausul transshipment: barang negara lain yang melakukan transshipment ke Vietnam sebelum masuk ke AS 'hanya' mendapatkan tarif 40%.

Artinya, jika barang China melakukan transshipment lewat Vietnam sebelum ke AS maka akan mendapatkan tarif 40%. Sementara, jika barang China yang melakukan transshipment lewat Indonesia sebelum ke AS maka akan mendapatkan tarif 49%.

Dengan demikian, jika pabrik China ingin melakukan relokasi ke negara lain maka akan lebih baik ke Vietnam daripada Indonesia.

Senada, Senior Economist Natixis untuk kawasan Emerging Asia Trinh Nguyen melihat klausul transshipment itu mempersulit strategi ekspor Indonesia yang masih bergantung pada bahan baku impor, terutama dari China.

"Transshipment akan menjadi tantangan tersendiri. Apalagi Indonesia sudah dibanjiri barang murah dari China yang menekan industri dalam negeri. Padahal ekspor ke China setara 4,2% PDB, dua kali lipat dibanding ekspor ke AS, dan relasi investasi keduanya juga dalam," jelas Trinh kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

Untuk benar-benar menarik investasi, dia menyarankan Indonesia membenahi faktor pendukung lainnya, mulai dari regulasi ketenagakerjaan, biaya input seperti listrik, hingga infrastruktur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro