Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Nasional Petani Malaysia mengutuk pemblokiran Amerika Serikat (AS) terhadap impor produk FGV Holdings Bhd.
Aksi pemblokiran tersebut dinilai asosiasi petani kelapa sawit Malaysia bakal memberikan dampak negatif bagi lebih dari 32.000 petani.
Asosiasi itu bahkan menyebut aksi pemblokiran itu sebagai tindakan tidak bertanggungjawab dan akan memperburuk citra komoditas kelapa sawit. Pasalnya komoditas ini juga harus menghadapi kampanye anti minyak kelapa sawit di Eropa.
Dilansir Bloomberg, Sabtu (3/10/2020), asosiasi menilai tuduhan penggunaan kerja paksa yang dilayangkan oleh Bea Cukai dan Perlindungan AS kepada FGV sangat tidak berdasar karena sebagian besar pekerja mengoperasikan sendiri perkebunannya.
Aksi pemblokiran tersebut merupakan langkah akhir dari investigasi selama bertahun-tahun yang menyebut bahwa ada pelanggaran ketenagakerjaan, penipuan, isolasi, intimidasi, dan kekerasan fisik serta seksual dalam perusahaan tersebut.
Pelarangan impor itu juga semakin menekan industri minyak kelapa sawit Malaysia yang saat ini tengah menghadapi penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga
Di Malaysia, produsen minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia, aktivitas perkebunan harus bergulat dengan kekurangan tenaga kerja seiring dengan upaya negara ini membatasi masuknya warga negara asing akibat virus Corona.
Berdasarkan pernyataan resmi, FGV telah melakukan pembicaraan dengan otoritas AS sejak Agustus tahun lalu dan mengambil langkah-langkah tegas untuk menegakkan standar tenaga kerja.
Produsen minyak nabati lainnya, Sime Darby Plantation Bhd. juga merasa khawatir bakal terkena sanksi dari AS. Pasalnya sebuah organisasi kemasyarakatan telah melayangkan petisi atas dugaan kerja paksa dan penggunaan anak di bawah umur.