Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat nilai ekspor batik pada semester I/2020 tumbuh. Hal tersebut menjadi anomali lantaran utilisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) secara keseluruhan anjlok akibat pademi Covid-19.
Direktur Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Kerajinan, dan Industri Aneka Kemenperin E. Ratna Utarianingrum mengatakan pertumbuhan nilai ekspor batik disebabkan oleh semakin banyak diversifikasi produk batik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata nilai ekspor batik pada Januari-Juli 2020 mencapai US$21,54 juta, sedangkan pada Januari-Juni 2019 angka tersebut berada di posisi US$17,99 juta.
"Kita harus optimistis dalam mendorong industri batik ini agar tetap eksis di masa yang akan datang sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang harus kita jaga," ucapanya kepada Bisnis, Jumat (2/10/2020).
Oleh karena itu, Ratna menyampaikan pihaknya kini fokus mengawal keberlangsungan para pelaku industri batik saat ini. Pasalnya, Ratna mengamati bahwa pola konsumsi batik saat ini sudah beruba, selain itu kebutuhan pasar juga berkembang.
Ratna menyampaikan pihaknya terus mendorong para pelaku IKM atik agar tetap kreatif dan jeli dalam memanfaatkan peluang yang ada saat ini. Adapun, salah satu kreatifitas yang marak di sosial media adalah masker bercorak batik atau aksesoris pakaian yang menggunakan unsur batik.
Selain itu, Ratna menilai pengembangan industri batik nasional secara tidak langsung juga akan menumbuhkan perekonomian di daerah.
"Para perajin batik sangat berkaitan erat dengan tenaga kerja yang sebagian besar merupakan masyarakat di daerah," ucapnya.
Terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan peningkatan nilai ekspor batik pada paruh pertama 2020 emmang unik. Pasalnya, industri TPT nasional sedang dilanda pandemi Covid-19.
Adapun, Agus mendata beberapa negara tujuan utama ekspor batik lokal adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Menurutnya, pembukaan pasar-pasar ekspor baru dapat menggairahkan kinerja industri batik nasional dan sekaligus memperkenalkan ragam batik khas nusantara.
"Batik Indonesia dianggap memiliki berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar domestik dan internasional serta berhasil menjadi market leader di pasar batik dunia. Tentunya menjadi peluang besar bagi industri batik Indonesia untuk memperluas akses pasarnya," kata Agus.
Berdasarkan data Kemenperin, saat ini ada 200.000 tenaga kerja dalam industri batik nasional dalam 47.000 unit usaha yang tersebar dalam 101 sentra industri batik. Seperti diketahui, Batik Indonesia ditetapkan sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh Unesco.
Dengan kata lain, ujar Agus, dunia internasional mengakui bahwa batik Indonesia adalah bagian dari kekayaan peradaban manusia. Oleh karena itu, Agus berharap agar para pelaku industri batik domestik dapat meningkatkan daya saingnya dengan menerapkan proses produksi yang lebih efektif dan efisien.
"Semua itu tentunya membutuhkan kreasi tiada henti dari setiap anak bansa. Artinya, industri ini akan terus bersemi guna batik tetap lestari," katanya.