Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga Pangan Naik Dinilai Wajar

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani (NTP) di holtikultura dan peternakan mengalami penurunan pada Agustus 2020 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Ilustrasi beras Bulog./Bisnis
Ilustrasi beras Bulog./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai kenaikan harga sejumlah komoditas pangan sebagai hal yang wajar terjadi saat ini.

Pasalnya, 2 subsektor pertanian antara lain holtikultura dan peternakan sedang anjlok. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani (NTP) di kedua subsektor tersebut mengalami penurunan pada Agustus 2020 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Adapun, NTP subsektor holtikultura turun 1,98 persen dari 99,77 menjadi 97,80. Sebaliknya, nilai tukar petani peternakan (NTPT) turun 1,31 persen dari 99,94 menjadi 98,64.

"Sekarang 2 subsektor tersebut sedang anjlok. Pengamatan kami banyak laporan terkait dengan petani holtikultura yang bangkrut karena gagal harga sejak februari 2020. Itu yang menyebagkan banyak petani holtikultura gulung tikar. Ditambah lagi, modalnya cukup besar. Contohnya petani cabai, modalnya sangat besar, yakni Rp80-100 juta per hektar," ujar Dwi kepada Bisnis, Rabu (30/9/2020).

Namun demikian, kenaikan harga tersebut dinilai tidak perlu menjadi kekhawatiran ketika konsumsi pangan untuk subsektor holtikultura dan peternakan yang dinilai sebagai kebutuhan pangan sekunder mengalami penurunan.

Terkait dengan hal tersebut, pemerintah diminta tidak meredam harga dengan pertimbangan kerugian cukup besdar yang dialami petani di sektor holtikultura dan peternakan dalam kurun waktu 9 bulan terakhir.

"Ketika sekarang mereka mengalami perbaikan harga, pemerintah jangan melakukan intervensi harga," kata Dwi.

Selain itu, pemerintah diminta mengamankan stok pangan pokok yang diperkirakan tidak begitu bermasalah sampai dengan akhir tahun meskipun diprediksi terjadi penurunan dari sisi produksi untuk padi.

Dwi memperkirakan produksi padi pada 2020 turun 1 juta ton dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 2019, BPS mencatat total produksi padi mencapai 54,60 juta ton. Hal tersebut ditambah dengan penurunan stok di Bulog dan stok awal tahun depan sehingga total penurunan stok padi tahun ini sekitar 2 juta ton

"Penurunan disebabkan oleh musim kemarau panjang tahun lalu yang menggeser musim hujan, sehingga petani baru menanam sekitar November-Desember 2019 dan panen mundur ke April-Mei 2020," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper