Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan konsultan dan jasa audit, tax, and advisory Grant Thornton menilai kondisi pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian tertekan masih akan berlangsung setidaknya hingga tahun 2021. Hal ini juga mau tak mau berdampak pada kondisi perusahaan.
Kurniawan Tjoetiar, Legal Partner Grant Thornton Indonesia, mengungkapkan bahwa saat ini terjadi penurunan yang signifikan dari sisi permintaan konsultansi oleh para klien karena kebanyakan pelaku industri masih mengambil posisi bertahan.
"Yang tadinya banyak minta strategis bisnis, ini berhenti dulu. Semua keputusan bisnis yang strategis, kecuali dipicu oleh internal ditunda dulu. Dari segi pengambilan keputusan strategis, kebanyakan industri mengambil posisi bertahan," tuturnya saat mengadakan kunjungan virtual ke kantor Bisnis, Senin (28/9/2020).
Selain itu, dari sisi regulasi, dia menuturkan tidak banyak perubahan. "Karena ada PSBB, isu yang paling banyak adalah PHK, tapi pemerintah pun cuma bisa mengimbau dan mengingatkan industri, tidak ada tindakan tegas untuk mencegah pemecatan karyawan. Dari sisi regulasi tidak berubah, artinya banyak perusahaan mengambil langkah pragmatis," tuturnya.
Namun begitu, dari sisi aspek bisnis, menurut Kuniawan, Grant Thornton masih memiliki sejumlah layanan jasa konsultasi yang potensial berkembang di tengah kondisi pandemi.
"Selain yang sifatnya compliance, kami masih memiliki beberapa jasa lain. Jadi, kalau dilihat relevansinya, dari segi akuntansi, kami cuma berhubungan dengan klien-klien yang masih mau melakukan audit. Dari sisi perpajakan, kebanyakan kasusnya yang sifatnya kepatuhan, audit bulanan dan tahunan," ujarnya.
Bentuk jasa lain yang masih banyak digunakan klien Grant Thornton yakni berupa pendampingan bagi pelaku usaha dalam kasus permasalahan yang dipicu dari praktek perpajakan. Dia mencontohkan, beberapa kejadian yang dialami, misalnya untuk kasus telat bayar PPh atau permintaan penurunan PPh.
Dalam kesempatan yang sama, Audit Partner Grant Thornton Renie Feriana menambahkan saat ini ketidakpastian akibat pandemi ini juga berpotensi menimbulkan efek domino bagi pelaku usaha. Pasalnya, pihaknya juga menjadi lebih terbatas dalam memberikan konsultasi yang mengharuskan untuk kunjungan ke kantor klien di berbagai daerah.
"Saat ini banyak berita pailit, PKPU. Buat kami itu ada kekhawatiran, ketika prosedur tidak bisa optimal karena pandemi, lalu terjadi sesuatu, kami tidak menyangka dalam skenario terburuk dia menjadi terancam. Ini efek domino klien kami bergantung pada pihak lain. Ada beberapa klien yang dampaknya parah, ada juga yang tidak," ujarnya.
Tantangan yang dihadapi di waktu yang akan datang, kata Renie, yakni penerapan standar akutansi yang baru yang cukup kompleks, terutama untuk industri keuangan, leasing, perusahaan investasi, dan perbankan.
"Ada perusahaan yang sudah siap-siap, ada yang juga yang belum matang. Kami coba pikirkan apa yang bisa kami bantu karena dengan adanya dampak pandemi ini, rasanya makin banyak yang turun. Meskipun tidak terdampak langsung, tapi ada dampak dominonya ke yang memberi pinjaman."