Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merasa Terjebak Program Kepemilikan Mobil, Mitra Driver Taksi Daring Minta Tolong Presiden

Program Gold Captain Grab Indonesia dilaporkan mitra tersebut tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan yang dijanjikan.
Sopir taksi online melakukan pengisian daya mobil listrik di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Sopir taksi online melakukan pengisian daya mobil listrik di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Seorang mitra pengemudi Grab, Darajat Hutagalung, mengaku bahwa dirinya merasa dirugikan oleh program yang diluncurkan oleh perusahaan transportasi daring asal Malaysia itu.

Program Gold Captain Grab Indonesia dilaporkan mitra tersebut tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan yang dijanjikan.

Seperti dalam video yang dibagikan oleh akun Youtube, Tagar TV, pada 18 September 2020 itu, Darajat mengatakan dirinya merasa dirugikan, karena adanya informasi berbeda yang diterima oleh mitra, antara isi dari brosur dengan yang tertera dalam kontrak.

“Di dalam isi perjanjian itu tidak disebutkan mengenai kepemilikan, hanya sewa-menyewa. Yang paling aneh dalam selebaran yang kami terima, di sana tidak disebut kemitraan,” tuturnya seraya menunjukkan brosur rekrutmen yang dikeluarkan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang selama ini diketahui notabene adalah afiliasi PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia.

Selanjutnya, Darajat juga mengaku tidak diizinkan untuk membaca isi kontrak dan tidak diperkenankan menerima salinannya hingga setahun kemudian dengan alasan perjanjian itu perlu mendapat persetujuan dari kantor pusat TPI di Jakarta.

Menurut Darajat, ketertarikan dirinya bersama 29 orang rekan pengemudi lainnya untuk bergabung dalam program Gold Captain Grab Indonesia itu padahal karena adanya iming-iming kepemilikan mobil setelah lima tahun mencicilnya, serta fasilitas kemudahan memperoleh order karena mitra peserta program itu akan diprioritaskan.

Menurutnya, pembayaran cicilan itu dilakukan pihak Grab dengan memotong pendapatan mingguan mitra peserta program. Namun, ternyata setelah bergabung di program itu,

Darajat dan rekan-rekannya mengalami banyak kejanggalan, yakni salah satunya tidak langsung menerima 1 unit mobil dikarenakan masih ada uang yang mengendap di dompet kreditnya saat menjadi mitra individu Grab.

Kemudian, kata dia, kontrak itu juga memuat target minimal argo yang lebih besar dari informasi awal, yaitu dari Rp1.700.000 per minggu menjadi Rp3.000.000 per minggu.

“Kalau itu kami ketahui dari awal, kami tidak akan ikut program tersebut. Tidak akan ada yang sanggup,” ujarnya dalam video yang berdurasi 49 menit itu.

Kejanggalan lain yang ditemukannya adalah perubahan nama program dari sebelumnya Program Gold Captain menjadi Program Loyalitas. Hal itu ditekankan dalam selebaran yang ditandatangani Ridzki Kramadibarata yang adalah Managing Director Grab saat itu.

Atas kejanggalan itu, Darajat pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah jalur kekeluargaan yang coba ditempuh gagal.

Namun alih-alih kasus perdatanya terselesaikan, Darajat bersama mitra pengemudi senasib lainnya justru dituduh menggelapkan mobil Daihatsu Sigra yang diperolehnya dari mengikuti Program Gold Captain Grab Indonesia. Padahal, unit mobil tersebut tidak pernah berusaha disingkirkannya.

Hingga kini, kasus pidana yang dialami Darajat masih dalam proses, sementara unit mobil yang diperkarakan telah diambil alih oleh Polda Sumatea Utara.

“Saya lihat ini menyalahi peraturan Kapolri tentang SPDP. Pasal 14 ayat 1 itu menyatakan SPDP diberikan kepada pelapor, dan kepada saya. Saya sudah tiga bulan lebih menjadi tersangka, tapi statusnya tidak jelas," ujarnya.

Pihaknya mengaku secara psikologis sangat terganggu, pasalnya mobil diambil dan tidak bisa bekerja.

"Maka kepada Bapak Presiden, terutama kami minta tolong perhatikan kami ini. Banyak seperti kami ini yang terdzolimi, di daerah-daerah, hingga belasan ribu yang mengeluh. Kami dirugikan Rp800 ribu per minggu per orang, kalau mengikuti program ini. Jika dikalikan belasan ribu, jadi berapa itu,” ujar Darajat.

Sementara itu, Grab dan PT TPI sendiri belum lama ini telah diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus pemberian order prioritas kepada mitra yang berada di bawah naungan TPI dibandingkan kepada mitra non-TPI.

Kasus ini diadukan oleh mitra non-TPI yang beroperasi di Medan. Dalam putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penanganan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Keduanya dikenakan denda masing-masing sebesar Rp7,5 miliar dan Rp4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp22,5 miliar dan Rp15 miliar.

Namun lantaran tidak puas atas putusan KPPU tersebut, pihak Grab diketahui telah mengajukan banding ke pengadilan negeri tapi belum ada putusan hingga kini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper