Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: PSBB Tanpa Bansos yang Cukup Itu Percuma

Jika pemerintah tidak memberikan bantuan sosial yang cukup, maka masyarakat miskin atau rentan miskin bisa kelaparan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub DKI Amad Riza Patria memberi penjelasan perihal diberlakukannya kembali PSBB seperti awal pandemi Covid-19, Rabu (9/9/2020). JIBI/Bisnis-Nancy Junita
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub DKI Amad Riza Patria memberi penjelasan perihal diberlakukannya kembali PSBB seperti awal pandemi Covid-19, Rabu (9/9/2020). JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Bisnis.com, JAKARTA - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan kembali oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus diikuti dengan penguatan bantuan sosial.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan bahwa kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Pemerintah tidak boleh lupa sebagian masyarakat kondisi ekonominya rentan.

“Jadi kalau memilih PSBB, lockdown, atau pembatasan total, ekonomi mereka terdampak dan tidak dapat income. Mereka tidak mati karena wabah tapi mati karena tidak makan,” katanya saat dihubungi, Senin (14/9/2020).

Piter menjelaskan bahwa apabila pemerintah daerah ataupun pusat mau melakukan PSBB tanpa ada bantuan sosial yang cukup, cepat, dan tepat sasaran, kebijakan itu bakal percuma.

Di sisi lain serapan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk menanggulangi Covid-19 hingga pekan lalu baru 31,4 persen dari pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun.

“Kemudian permasalah data. Itu yang membuat penyalurannya tidak cepat dan tepat sasaran,” jelasnya.

Oleh karena itu, Piter menuturkan bahwa pemerintah harus membuat perencanaan dan implementasi yang disiplin dalam memberikan stimulus. Bantuan diberikan tidak hanya kepada masyarakat tapi juga pelaku usaha.

Sebelumnya, Ekonom Chatib Basri melakukan studi awal bersama mahasiswanya terkait efektivitas pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Bagaimana kebijakan itu bisa berhasil jika dijalankan pemerintah.

Chatib menjelaskan bahwa penelitian ini mengacu pada data Google mobility. Berdasarkan perhitungannya, aktivitas masyarakat keluar rumah berbanding lurus dengan meningkatnya penyebaran Covid-19.

“Semakin tinggi orang keluar rumah semakin tinggi kasus Covid-19. Artinya protokol kesehatan tidak dipatuhi ketika orang keluar rumah,” katanya melalui akun Twitter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper