Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah merampungkan Rancangan Undang-Undang Bea Meterai di tingkat I.
Adapun, pengesahannya hanya tinggal menunggu rapat paripurna DPR. Dalam draf yang sudah disepakati, pasal 3 ayat 2 d tertulis bea meterai dikenakan untuk surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Anggota Komisi Keuangan DPR, Heri Gunawan mengatakan bahwa dalam penjelasan pada draf, surat berharga adalah saham, obligasi, cek, bilyet giro, aksep, wesel, sukuk, surat utang, warrant, option, deposito, dan sejenisnya. Termasuk surat kolektif saham atau sekumpulan surat berharga lainnya.
“Pengenaan bea materai terhadap transaksi online atau digital ini merupakan bentuk kesetaraan antara transaksi berupa dokumen kertas dan non kertas alias digital,” katanya saat dihubungi, Selasa (8/9/2020).
Masih pada pasal 3, tidak akan ada lagi materai Rp6.000 dan Rp3.000. Besaran dokumen yang menyatakan jumlah uang, besaran tarif yang dikenakan bea materai naik jadi di atas Rp5 juta.
Beleid yang berlaku saat ini yaitu materai Rp3.000 untuk di bawah Rp1 juta dan Rp6.000 di atas Rp1 juta. Selain itu nanti juga akan ada meterai digital. Penerapannya dimulai awal tahun 2021.
Baca Juga
Heri menjelaskan bahwa revisi ini untuk mendukung kegiatan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Alasannya tidak perlu direpotkan lagi dengan kewajiban membayar bea meterai untuk transaksi-transaksi yang nilainya tidak material jika dibandingkan dengan skala usaha yang besar.
“Tetapi di sisi lain perlu dipertimbangkan pula efektivitas bea materai ini. Karena hal ini dianggap bisa memberatkan pengusaha UMKM yang terkadang membutuhkan surat pernyataan,” jelasnya.