Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat optimistis program Tapera dapat mengurangi backlog atau defisit rumah.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), backlog perumahan mencapai 7,64 juta unit pada awal 2020 yang terdiri atas 6,48 juta unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) non-fixed income, 1,72 juta unit rumah untuk MBR fixed income, dan 0,56 juta unit rumah untuk non-MBR.
Lalu, backlog perumahan juga terjadi pada rumah tidak layak huni (RTLH) ini sebanyak 2,36 juta unit rumah terdiri atas backlog RTLH 2015 hingga 2019.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan dengan bergabung dalam program tersebut, pihaknya bisa mengetahui kebutuhan ruma dari sisi permintaan atau masyarakat. Selama ini yang terjadi bukan di sisi suplai atau pasokan rumah, tetapi juga dari sisi demand mengalami backlog rumah.
"Dengan bergabung Tapera, demand side bisa tahu kantong-kantong mana saja atau provinsi mana saja yang memerlukan rumah. Pengembang tahu daerah mana yang butuh rumah, jadi mereka enggak bangun rumah yang enggak ada demandnya. Ini tentu bisa mengurangi backlog," ujarnya pada dialog Bisnis Indonesia pada Rabu (9/9/2020).
Nantinya, para peserta Tapera yang rutin menabung selama 12 bulan mendapatkan akses pembiayaan. Peserta mengajukan ke BP Tapera, peserta dapat memilih bank mana yang akan digunakan untuk membiayai.
Lalu peserta melihat rumah dan tentu melihat spek rumah sesuai yang disyaratkan atau layak huni. Setelah itu, BP Tapera berkoordinasi dengan perbankan untuk menghitung kelayakan mengangsur selama 10 tahun. Apabila bank setuju, peserta dapat langsung membeli rumah dan tentu dapat segera dihuni.
"Jadi, suplai rumah dari developer. Ini dapat memudahkan bagi yang belum punya rumah. Peserta bisa memilih mau bank apa, lalu tugas bank itu melakukan verifikasi dan administrasi. Kami tentu ada perjanjian kerja sama dengan bank untuk penyaluran dana Tapera," ucapnya.