Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Rendah, Kartu Prakerja Tak Efektif Dorong Daya Beli

Program Kartu Prakerja dinilai tidak efektif dalam mendorong daya beli kelompok rentan seiring dengan jumlah penerima manfaat yang rendah.
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). /ANTARA
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi penyaluran insentif kepada penerima manfaat program Kartu Prakerja yang rendah kian menunjukkan kurang efektifnya program ini dalam upaya untuk menjaga daya beli kelompok rentan.

Berdasarkan laporan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, per 4 September 2020 terdapat 610.563 peserta Kartu Prakerja yang telah menerima dana insentif dari 849.921 peserta yang menyelesaikan pelatihan. Jumlah peserta yang rampung mengikuti pelatihan ini terbilang rendah mengingat jumlah peserta yang terjaring program ini sampai gelombang VI telah mencapai 3.080.880 orang.

Kondisi ini kontras dengan realisasi program Subsidi Upah Pekerja (SUP) yang menyasar para karyawan swasta dan tenaga honorer dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat penyaluran bantuan dengan nominal yang sama dengan bantuan Kartu Prakerja ini telah menyasar 2,31 juta orang per 4 September sejak resmi diluncurkan pada 27 Agustus 2020.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai percepatan penyaluran bantuan Kartu Prakerja seharusnya menjadi prioritas pemerintah karena menyasar kelompok masyarakat yang terdampak langsung pandemi Covid-19. Program perlindungan sosial itu memang didesain untuk mengungkit daya beli masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat wabah.

“Kalau tujuannya untuk mendorong konsumsi seharusnya penyaluran Kartu Prakerja menjadi prioritas karena bisa saja para korban PHK ini adalah kelompok menengah yang tingkat konsumsinya jatuh karena kehilangan pemasukan. Seharusnya lebih cepat,” tutur Faisal kepada Bisnis.com, Senin (7/9/2020).

Faisal pun berpendapat bantuan bagi korban PHK lebih menjawab persoalan penurunan daya beli selama pandemi dibandingkan dengan subsidi gaji. Dia mengatakan kedalaman dampak pandemi bagi penerima subsidi gaji bisa bervariasi karena secara teknis masih bekerja.

Penurunan daya beli di kalangan ekonomi menengah disebut Faisal telah terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga di rekening dengan nominal di bawah Rp100 juta yang melambat berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Sebagian besar nilai di rekening perbankan itu di bawah Rp100 juta, 98 persen dari total pemilik rekening. Pertumbuhan simpanannya menurun sejak Mei. Sementara di atas Rp100 juta masih naik. Ini menjadi indikasi kelompok menengah telah terdampak,” ujarnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov, mengatakan, pemerintah perlu mengidentifikasi penyebab rendahnya jumlah peserta yang menyelesaikan pelatihan sehingga berdampak pada rendahnya penyaluran.

“Dari 3 juta peserta baru sekitar 28 persen yang menyelesaikan pelatihan. Pemerintah perlu mencari tahu apa penyebabnya. Apa kendala yang mereka hadapi? Dugaan saya karena mereka harus menyiapkan alokasi kuota internet, padahal situasi sedang susah buat kebutuhan sehari-sehari. Sedangkan mereka baru mendapat insentif setelah pelatihan,” ujar Abra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper