Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Kantong Plastik Perlu Didukung Kesiapan Pelaku UMKM

Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan pemberian insentif kepada swasta untuk berinovasi dalam menemukan material pengganti kantong plastik untuk pengantaran makanan olahan.
Pedagang memasukkan belanjaan ke dalam tas belanjaan di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Senin (27/1/2020). Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan Pasar Tebet Barat dan Pasar Tebet Timur sebagai pasar percontohan Gerakan Pengurangan Kantong Kresek atau kantong plastik sekali pakai. Namun dalam kenyataannya, masih banyak pedagang maupun pembeli yang menggunakan kantong plastik sebagai tempat membawa belanjaan./Antara
Pedagang memasukkan belanjaan ke dalam tas belanjaan di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Senin (27/1/2020). Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan Pasar Tebet Barat dan Pasar Tebet Timur sebagai pasar percontohan Gerakan Pengurangan Kantong Kresek atau kantong plastik sekali pakai. Namun dalam kenyataannya, masih banyak pedagang maupun pembeli yang menggunakan kantong plastik sebagai tempat membawa belanjaan./Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan di Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat perlu didukung oleh kesiapan pedagang makanan berskala mikro dan kecil.

Selain persiapan diri secara bertahap, para pedagang makanan berskala mikro dan kecil tersebut dinilai perlu juga menyiapkan ketersediaan produk alternatif untuk memastikan efektivitas kebijakan.

Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai persiapan diperlukan karena mayoritas di antara mereka menggunakan kantong plastik sebagai pembungkus makanan karena harga yang murah dan mudah didapatkan.

“Penggunaan kantong plastik sebagai instrumen pendukung keamanan pangan daring semakin tidak terhindarkan, contohnya sebagai upaya menjaga kebersihan makanan dari serangga, hama atau bakteri selama perjalanan. Tentu tidak mudah bagi mereka untuk menemukan material alternatif plastik yang harganya tidak membebani ongkos produksi,” jelas Felippa dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Kamis (3/9/2020).

Di sisi lain, penggunaan material sebagai alternatif plastik masih jarang karena harga yang mahal dan sulit didapatkan. Alternatif plastik, seperti kantong belanja dari singkong dan rumput laut, masih mahal karena biaya teknologi, bahan baku yang mahal serta proses produksi yang rumit dibandingkan plastik konvensional.

Selain itu, alternatif plastik tersebut belum dijual secara luas sehingga penggunaannya lebih didominasi oleh usaha berskala menengah dan besar.

Felippa menjelaskan pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif kepada swasta untuk berinovasi dalam menemukan material pengganti kantong plastik untuk pengantaran makanan olahan.

Upaya pihak swasta untuk menyediakan tas kedap udara yang dapat digunakan kembali untuk supir/kurir pengantaran makanan daring masih terbatas.

"Alternatif tas sekali pakai memang lebih mahal, oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah harus memberikan insentif kepada pihak swasta, termasuk UMKM, untuk mendorong kemasan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper