Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Baja Membaik, IISIA : Kondisi Akhir 2020 Masih Gelap

Utilisasi pabrikan baja mulai membaik per Agustus 2020. Namun demikian, pertumbuhan utilisasi industri baja dinilai tidak akan bertahan hingga akhir tahun.
Pekerja mengecek lembaran baja di pabrik Sunrise Steel, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/2).ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Pekerja mengecek lembaran baja di pabrik Sunrise Steel, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/2).ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA - Utilisasi pabrikan baja mulai membaik per Agustus 2020. Namun, pertumbuhan utilisasi industri baja dinilai tidak akan bertahan hingga akhir tahun.

Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mendata utilisasi pabrikan per Agustus telah membaik ke kisaran 40-70 persen. Adapun, pandemi Covid-19 memukul utilisasi pabrikan ke level 20-50 persen sekitar April-Juli 2020.

"Pertumbuhan permintaan otomatis [mengikuti pertumbuhan utilisasi pabrikan]. Bahkan, untuk produk flat permintaan sudah 100 persen normal," kata Ketua Umum IISIA Silmy Karim kepada Bisnis, Rabu (2/9/2020).

Dengan kata lain, permintaan baja per Agustus naik hingga 40 persen per Agustus 2020. Silmy menduga peningkatan permintaan tersebut disebabkan oleh ramalan bahwa harga baja di seluruh dunia, termasuk Indonesia, akan melonjak pada kuartal IV/2020.

Alhasil, industri pengguna baja dan industri hilir baja yang notabenenya masuk industri komponen konstruksi menggenjot pembelian bahan baku. Dengan minimnya stok baja di gudang industri pada kuartal II/2020, transmisi peningkatan permintaan langsung terjadi ke utilisasi pabrikan.

Walaupun harga baja diramalkan akan naik pada 3 bulan terakhir 2020, Silmy optimistis permintaan pada semester II/2020 akan lebih baik daripada semester I/2020.

"Market belum tentu bisa menerima [peningkatan harga baja]. Namun, saya belum bisa perkirakan [pasti kondisi industri baja kuartal IV/2020]," katanya.

Di sisi lain, sebagai Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy menyampaikan pihaknya memilih pasar domestik sebagai fokus utama dengan dasar hal tersebut dapat membantu neraca dagang industri baja nasional. Seperti diketahui, impor besi dan baja menempati urutan ketiga sebagai produk dengan nilai impor tertinggi beberapa tahun terakhir.

"Artinya, rupiah tidak ikut tertekan [kalau KS bantu mengurangi impor di pasar domestik]. Jadi, lebih bagus jaga pasar domestik," ucapnya.

Silmy berujar pihaknya hanya mengalokasikan sekitar 10 persen dari total produksi perseroan untuk pasar global. Menurutnya, alokasi pasar ekspor tersebut hanya untuk menjaga konsumen global KS dan mengimbangi benchmark industri baja global.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendata nilai ekspor besi dan baja selama semester I/2020 naik 35,04 persen menjadi US$4,56 miliar secara tahunan. Adapun, ekspor besi dan baja berkontribusi hingga 6,28 persen dari total ekspor nasional.

"Untuk fokus, kami sebaiknya fokus di dalam negeri karena [volume] impornya masih tinggi. [Baja] impor itu masih sekitar 7-8 juta ton per tahun," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper