Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Satu Komando Kebijakan Makro dan Mikro, Jalan Pintas Atasi Krisis?

Di tengah himpitan krisis Covid-19 yang membayangi ekonomi Indonesia, kabar pemerintah tengah mengodok Perppu untuk mereformasi sistem keuangan santer terdengar. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui hal tersebut harus dilakukan ditengah kondisi genting saat ini.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) saat mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (26/3/2020). KTT tersebut membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19. Biro Pers dan Media Istana
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) saat mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (26/3/2020). KTT tersebut membahas upaya negara-negara anggota G20 dalam penanganan COVID-19. Biro Pers dan Media Istana

Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait reformasi sistem keuangan memicu kekhawatiran akan potensi krisis dan keberlangsungan independensi bank sentral.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan Perppu ini dibuat dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19 ini terhadap masyarakat yang dapat berimplikasi ke keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

Menurutnya, pemerintah tengah mengkaji semua perangkat hukum yang ada - mulai dari UU Bank Indonesia (BI), OJK dan LPS, perbankan hingga PPKSK- untuk mengukur ketahanan dalam menghadapi krisis ini.

"Ini yang sekarang dilakukan oleh pemerintah dan kita berkomunikasi dengan DPR untuk melihat dan memonitor krisis Covid-19 ini, bagaimana dampaknya dan langkah-langkahnya di keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan," kata Sri mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (25/8/2020).

Sri Mulyani mengatakan KSSK telah berkomitmen untuk menjaga stabilitas meskipun kondisi stabilitas sistem keuangan sangat dinamis dan extraordinary. Dia mengungkapkan tiga institusi BI, OJK dan LPS memiliki peran penting di dalam krisis ini.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan langkah Perppu ini jadi indikasi bahwa situasi di sistem keuangan cukup genting untuk diselematkan.

“Jika melihat pertumbuhan kredit yang mencapai 1 persen yoy menurut data BI per Juni 2020 dengan growth kredit modal kerja negatif, maka perbankan sesungguhnya sudah dalam tekanan sejak awal pandemi,” kata Bhima.

Sementara itu, kebijakan relaksasi kredit hanya bersifat temporer. Di saat yang bersamaan bank-bank kecil mengalami pemindahan dana. Para deposan kakap beralih ke bank lebih besar. “Artinya, ada anomali likuiditas di sistem keuangan.”

Selain itu, ada indikasi juga pemerintah sedang mengantisipasi situasi yang terburuk jelang bulan november nanti, ketika terjadi Pilpres AS.

“Dimana ketidakpastian ekonomi global akan berdampak ke Indonesia,” ujar Bhima.

Bhima menambahkan pengumuman pertumbuhan di kuartal III yang diperkirakan akan negatif juga menjadi salah satu alasan kenapa pemerintah buru-buru menggunakan Perpu.

Di sisi lain, Bhima mengkhawatirkan Perppu tersebut dapat mengancam independensi Bank Indonesia melihat isu yang bergulir saat ini tentang upaya menyatukan komando atas tiga lembaga keuangan penting tersebut.

“Apa fungsi KSSK tidak berjalan optimal?”

Satu Komando Kebijakan Makro dan Mikro, Jalan Pintas Atasi Krisis?

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo/ Bloomberg.

Bhima menilai Perppu ini harus dirancang dengan hati-hati, jika tidak akan berpengaruh pada kepercayaan dari investor di pasar keuangan.

Dia khawatir bakal kebijakan tersebut bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU BI No. 23/1999.

Independensi BI diatur dalam Undang-Undang No.23/1999 tentang BI. Pasal 4 ayat 2 UU tersebut menegaskan bahwa BI merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lain.

Tugas BI dalam UU Ini mencakup pelaksanaan kebijakan moneter termasuk mengatur dan menjaga sistem pembayaran. Sebagai lembaga independen, UU existing juga menekankan bahwa pihak lain termasuk pemerintah dilarang untuk mencampuri segala urusan yang menjadi tugas bank sentral.

BI juga punya kewajiban menolak setiap campur pihak lain dalam pelaksanaan kebijakan moneter maupun pengelolaan sistem pembayaran.

“Artinya BI akan kembali ke model zaman Orba. Peran Orba BI diposisikan sebagai subordinat dari pemerintahan jadi reformasi kelembagaan bank sentral malah mundur,” ungkapnya.

Sumber Bisnis di lingkungan pemerintah menyebutkan bahwa klausul yang akan diatur dalam format beleid tersebut adalah soal penunjukkan dan pemberhentian gubernur bank sentral. Jika poin ini disahkan, status kelembagaan BI akan kembali ke zaman Orde Lama dan Orde Baru yakni di bawah pemerintah.

Dalam catatan Bisnis, isu soal jabatan Gubernur BI bisa ditarik sewaktu-waktu oleh presiden sempat mengemuka dalam rapat kerja dengan Komisi XI belum lama ini. Namun, konteks pembicaraannya waktu itu terkait dengan amandemen Undang-Undang BI.

Penempatan BI di bawah pemerintah tentu akan berdampak besar tak hanya bagi BI, tetapi kredibilitas pasar. Apalagi BI selama ini dianggap sebagai benteng terakhir untuk menjaga kesehatan pasar dan kepercayaan investor. Menempatkan BI kembali di bawah pemerintah tentu akan menjadi preseden yang sangat buruk.

"Pasar masih menerima kalau OJK dimerger dengan BI, tetapi kalau menyentuh personil BI tentu ini akan sangat sensitif," ungkap sumber Bisnis, Selasa (25/8/2020).

Jalan Pintas

Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan jika pemerintah menggunakan jalur legislasi normal untuk merombak sistem keuangan beserta lembaga-lembaga di dalamnya - artinya penyusunan RUU, prolegnas, hingga pembahasan di badan legislasi - membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Satu-satunya jalan adalah menerbitkan Perppu lagi. “Kalau memang genting dan memaksa, ya itu memang jalur untuk bisa memberikan landasan hukum yang lebih kuat kepada LPS,” jelasnya

Sayangnya, pihak BI belum memberikan jawaban ketika dikonfirmasi terkait wacana ‘penghilangan independensi’ BI tersebut. Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko belum menjawab permintaan konfirmasi yang disampaikan Bisnis melalui pesan teks maupun sambungan telepon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper