Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pemulihan yang sedang dilakukan pemerintah dan maskapai saat ini tetap harus mempertimbangkan kondisi global yang dialami para lessor asing dengan keterbatasan kepemilikan pesawat oleh maskapai nasional Indonesia.
Pemerhati penerbangan yang juga anggota Ombudsman Alvin Lie mengatakan dalam kondisi saat ini ancaman kebangkrutan maskapai merupakan ancaman nyata di seluruh dunia akibat rendahnya pengguna jasa sehingga penjualan pada April - Mei - Juni 2020 dengan penjualan yang nyaris tidak ada sama sekali.
Namun, risiko kebangkrutan itu bukan hanya satu-satunya yang menghantui maskapai selama pandemi. Alvin menyampaikan saat ini hampir semua maskapai hanya memiliki pesawat yang jumlahnya sesuai dengan persyaratan dari regulator.
Padahal, dalam aturan yang berlaku saat ini, Undang-Undang No. 1/2009 tentang Penerbangan Pasal 118 ayat 1 butir b disebutkan bahwa jumlah kepemilikan pesawat untuk maskapai berjadwal harus memiliki minimal lima pesawat dan menguasai lima pesawat.
Semenatara untuk menyewa pesawat kepada perusahaan lessor saat ini banyak lessor kondisi finansial tidak lagi kuat bahkan juga terancam pailit.
“Kalau mereka [lessor] mengajukan pailit otomatis pesawat yang menyewa juga berada di bawah tekanan ikatan hukum untuk mengembalikan pesawatnya atau pesawatnya disita. Percuma saja nanti kalau airlines kita tetap bisa hidup tapi pesawatnya ditarik balik disita juga berat,” jelasnya, Kamis (13/8/2020).
Baca Juga
Alvin menilai persoalan yang dihadapai transportasi udara saat ini tidak sesederhana dari yang nampak dari permukaan.
Tantangannya yang dihadapi angkutan udara saat ini tidak hanya pasar dalam negeri yang masih terbatas karena tidak ada penerbangan internasional kecuali untuk kargo dan repatriasi warga negara. Maskapai masih bisa mengandalkan rute domestik tetapi saat ini baru mencapai 14 persen dari kondisi normal.