Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Pariwisata Tertekan, Devisa US$6 miliar Melayang

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menyebutkan penerbangan domestik turun 98,34 persen, penerbangan internasional anjlok 99,18 persen per Mei 2020.
Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan keterangan pers mengenai dampak virus corona pada sektor pariwisata, di Jakarta, Kamis (12/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan keterangan pers mengenai dampak virus corona pada sektor pariwisata, di Jakarta, Kamis (12/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjelaskan pandemi Covid-19 menekan dunia usaha, salah satunya industri properti perhotelan.

Dia mencatat okupansi hotel turun 14,45 persen, penerbangan domestik turun 98,34 persen, penerbangan internasional anjlok 99,18 persen per Mei 2020.

“Dampaknya sendiri, untuk devisa yang hilang kurang lebih US6 miliar. Hilangnya pajak retribusi kami perkirakan untuk pajak hotel restoran drop lebih dari 80 persen. Dan sampai Juni, 8.000 hotel restoran tutup [sehingga] kehilangan US$40 triliun-US$ 45 triliun, dan kerugian maskapai US$812 juta,” jelasnya Mid-Year Economic Outlook 2020, Selasa (28/7/2020).

Khusus untuk okupansi, Hariyadi menyebut rata-rata okupansi atau tingkat hunian perhotelan di Jakarta hanya 20 persen, Batam 10 persen, Bali 1 persen, Surabaya 15 persen, Makassar 8 persen, Yogyakarta 10 persen, Semarang 15 persen, Medan 10 persen, dan Malang 15 persen hingga pertengahan Juli 2020.

"Untuk resort hotel tingkat hunian sedikit lebih baik hanya pada akhir pekan," tambahnya.

Di sisi lain, kegiatan meetings, incentives, conferences and exhibitions (MICE) diakuinya  sudah mulai berjalan tapi kapasitas hanya 50 persen. Penurunan penerbangan dan mahalnya tes Covid juga membuat permintaan di daerah turun.

Lebih lanjut, dia menekankan penanganan Covid-19 yang tidak optimal di awal membuat kerugian di sektor ini menjadi lebih dalam.

“Kami sangat terpukul dengan penanganan kurang optimal adalah adanya pembatasan aktivitas yang langsung berimbas pada pergerakan masyarakat, penurunan permintaan dipengaruhi PHK, dan kekhawatiran masyarakat akan sebaran, serta perubahan perilaku masyarakat,” jelasnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper