Bisnis.com, JAKARTA – Meski kinerja perdagangan sepanjang semester I/2020 mencatatkan surplus hingga US$5,5 miliar, pemerintah menegaskan risiko pelemahan ekonomi masih terbuka.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Kasan mengatakan surplus ini bukan semata-mata karena ekspor yang meningkat ataupun mengalami perbaikan, tetapi lebih karena penurunan impor.
"Penurunan impor lebih dalam sehingga memicu terjadinya suprlus semester 1," ujarnya dalam Mid-Year Economic Outlook 2020, Selasa (28/7/2020).
Untuk itu, dia meminta semua pihak jangan puas melihat kinerja perdagangan karena sejumlah Negara mitra dagang Indonesia pun sudah atau akan mengalami resesi pada tahun ini.
“Kita perlu lihat juga, meskipun status beberapa negara yang resesi, kalau kita lihat negara tujuan ekspor utama, ke AS masih naik hampir 2 persen, Swiss juga ditopang perhiasan, ke Australia dan RRC [Republik Rakyat China] juga naik,” tekannya.
Namun, dia mengakui ekspor ke Singapura, Jepang, India mencatatkan turun. Adapun, penurunan perdagangan terbesar yaitu ke Malaysia dan India.
Untuk itu, Kasan mengemukakan pihaknya akan mendorong kinerja perdagangan melalui dua strategi yakni pendekatan jangka pendek dan jangka panjang.
Strategi jangka pendek akan fokus pada tiga hal yakni, pertama sektor yang tumbuh positif selama pandemi seperti makanan dan minuman, serta alat kesehatan.
Kedua, negara-negara yang diprediksi pulih terkait rantai pasokan global, terutama di negara sentra seperti China dan Jepang.
Ketiga produk baru yang muncul usai pandemi Covid-19. “Saya rasa produk farmasi akan terus tumbuh, dan produk yang berkaitan dengan relokasi industri dari sejumlah negara,” ujarnya.
“Strategi jangka panjang, kita mengacu pada kekuatan produk-produk di negara tujuan ekspor. Kita perlu jaga produk yang punya market power, yang pertumbuhannya baik 5 tahun terakhir, dan menggenjot yang market loss,” tambahnya.